BerandaHukumNilai Sidang Tak Berjalan Efektif, Komnas HAM Nyatakan 6 Sikap Soal Sidang...

Nilai Sidang Tak Berjalan Efektif, Komnas HAM Nyatakan 6 Sikap Soal Sidang Mutilasi 4 Warga di Papua

JAKARTA, JAGAMELANESIA.COM – Proses hukum atas kasus pembunuhan disertai mutilasi terhadap 4 warga di Mimika, Papua terus bergulir. Sejauh ini, persidangan kasus tersebut telah digelar dalam tiga kali persidangan terpisah di PM III-19 Jayapura masing-masing pada tanggal 10, 19 dan 20 Januari 2023.

Pertama, sidang perkara nomor 404-K/PM.III-19/AD/XII/2022 menghadirkan 4 orang terdakwa a.n. Pratu Rahmat Amin Sese, Pratu Rizky Oktav Muliawan, Pratu Robertus Putra Clinsman dan Praka Pargo Rumbouw, dengan agenda pemeriksaan saksi tambahan.

Kedua, sidang perkara nomor 395-K/PM.III-19/AD/XI/2022 menghadirkan 1 orang terdakwa, Pratu Rahmat Amin Sese, terkait kepemilikan dan penyalahgunaan senjata api ilegal dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli. Ketiga, sidang perkara nomor 37-K/PMT.III/AD/XII/2022 menghadirkan 1 orang terdakwa a.n. Mayor Helmanto Fransiskus Daki, dengan agenda pembacaan tuntutan.

Terhadap berjalannya persidangan tersebut, Komnas HAM RI melalui Kantor Perwakilan Provinsi Papua terus melakukan serangkaian proses pemantauan dan menyampaikan sejumlah poin temuan hasil pemantauan. Pada 2 November 2022, Komnas HAM RI telah menyelesaikan laporan akhir pemantauan dan penyelidikan atas peristiwa mutilasi yang melibatkan oknum anggota Brigif R/20/IJK/3 di Kabupaten Mimika.

Komnas HAM juga telah menyampaikan rekomendasi kepada TNI terkait tindak lanjut penanganan peristiwa tersebut. Adapun pemantauan tahapan proses persidangan dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab Komnas HAM RI dalam rangka memastikan seluruh proses persidangan berjalan dengan baik dan dapat memenuhi rasa keadilan, terutama bagi keluarga korban.

Komnas HAM menilai proses persidangan yang telah dilaksanakan sejauh ini  tidak berjalan efektif lantaran sejumlah hal. Mengutip laporan Komnas HAM, berikut adalah 6 poin temuan dan analisis fakta terhadap persidangan perkara antara lain:

a. Sidang dapat dihadiri dan diikuti oleh keluarga korban dan masyarakat secara langsung dengan pengamanan dari Kepolisian dan TNI. Namun, proses persidangan tidak berjalan dengan efektif karena minimnya kesiapan perangkat pengadilan, antara lain:

− Jadwal sidang yang tidak jelas dan kurang transparan (tidak sesuai dengan jadwal yang tertera di laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara/SIPP) menyebabkan keluarga korban kesulitan untuk mengetahui jadwal pasti guna mengikuti dan memastikan seluruh tahapan persidangan berjalan dengan baik.

− Pemeriksaan saksi pelaku sipil yang dihadirkan melalui daring menjadi tidak efektif karena permasalahan jaringan internet. Hal ini berbeda dengan saksi dari keluarga korban yang bersedia hadir dari Kabupaten Mimika ke Jayapura guna memberikan kesaksiannya secara langsung.

− Pemeriksaan barang bukti dilakukan secara daring menjadi tidak efektif karena permasalahan jaringan internet.

− Ruang sidang kurang proposional untuk mengakomodasi jumlah keluarga korban dan masyarakat yang ingin mengikuti proses persidangan (jumlah pengunjung sidang sekitar 50-100 orang), khususnya bagi lansia dan kelompok rentan yang terpaksa berdiri di luar ruangan.

b. Proses peradilan mengabaikan aksesibilitas bagi keluarga untuk mengikuti seluruh tahapan persidangan. Terpisahnya proses peradilan sangat tidak efisien secara waktu dan biaya khususnya bagi keluarga yang diperiksa sebagai saksi.

c. Proses pertanggungjawaban pidana tidak maksimal karena proses hukum para terdakwa dari anggota militer dan sipil diadili secara terpisah, saksi pelaku sipil juga tidak dapat dihadirkan secara langsung dalam persidangan terdakwa anggota TNI. Selain itu, tersangka sipil hingga saat ini belum menjalani proses persidangan melalui pengadilan umum dan informasi terakhir berkas perkara masih di pihak Kejaksaan Negeri Timika.

d. Keluarga korban tidak puas dengan konstruksi dakwaan Oditurat Militer Tinggi Makassar terhadap terdakwa Mayor Helmanto Fransiskus Daki, karena menempatkan Pasal 480 KUHP sebagai dakwaan premier, Pasal 365 KUHP sebagai dakwaan pertama subsidair, sedangkan Pasal 340 KUHP sebagai dakwaan pertama lebih subsidair. Hal ini berimplikasi pada putusan yang sangat ringan bagi pelaku sehingga kasus serupa dimungkinkan dapat terulang kembali.

e. Keluarga korban dan pengacara korban menilai proses persidangan terdakwa Mayor Helmanto Fransiskus Daki terkesan dilakukan maraton, padahal proses tahapan persidangan harus memberikan waktu yang cukup agar seluruh fakta dapat diuji dengan detil.

f. Keluarga korban menyampaikan bahwa mereka memerlukan jaminan perlindungan dan pemulihan dari LPSK selama proses persidangan kasus ini berlangsung.

Atas hasil temuan dan analisis tersebut, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan, pihaknya mendesak persidangan dilakukan secara independen dan adil.

“Komnas HAM RI mendesak agar persidangan dilakukan secara independen dan imparsial sesuai dengan prinsip persidangan yang adil (fair trial) menurut UU HAM dan konvenan hak sipil dan politik,” kata Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (21/1/2023).

Atnike menyebut, pemeriksaan barang bukti yang dilakukan secara daring menjadi tidak efektif karena permasalahan jaringan internet.

“Komnas HAM RI meminta Panglima TNI untuk melakukan pengawasan terhadap proses peradilan dan penegakan hukum agar berjalan efektif dan akuntabel,” ujarnya.

Berikut adalah 6 poin Sikap Komnas HAM secara lebih rinci berdasarkan temuan awal hasil pemantauan sidang di Pengadilan Militer III/19 Jayapura:

a. Komnas HAM RI mendesak agar persidangan dilakukan secara independen dan imparsial sesuai dengan prinsip persidangan yang adil (fair trial) menurut UU HAM dan Konvenan Hak Sipil dan Politik.

b. Komnas HAM RI meminta Panglima TNI untuk melakukan pengawasan terhadap proses peradilan dan penegakan hukum agar berjalan efektif dan akuntabel.

c. Komnas HAM meminta Mahkamah Agung RI untuk pengawasan terhadap perangkat peradilan yang menyidangkan terdakwa anggota militer maupun sipil agar proses peradilan dan penegakan hukumnya berjalan efektif dan akuntabel.

d. Komnas HAM RI meminta LPSK untuk memberikan perlindungan serta pemulihan bagi keluarga para korban.

e. Komnas HAM RI menghimbau kepada masyarakat untuk mendukung kelancaran proses persidangan agar proses persidangan dapat berjalan dengan baik.

f. Komnas HAM RI mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan informasi dan keterangan yang dibutuhkan dalam proses pemantauan ini. (UWR)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru