SORONG, JAGAMELANESIA.COM – Kuasa hukum Abraham Fatemte (24), Yohanis Mambrasar mendesak Kejaksaan Negeri (Kejari) Sorong segera membebaskan kliennya terkait kasus penyerangan pos koramil Kisor, Maybrat, pada sepuluh bulan lalu yakni 2 September 2021.
Menurut Yohanis, Abraham yang merupakan warga sipil Maybrat hanyalah korban salah tangkap Kepolisian Sorong Selatan dalam upaya penegakan hukum peristiwa yang mengakibatkan meninggalnya 4 orang anggota TNI tersebut.
“Abraham Fatemte bukanlah merupakan pelaku penyeragan Pos Koramil, Kisor, Maybrat, yang terjadi pada tanggal 2 September 2021, atau pun tidak terlibat dalam bentuk apapun seperti merencanakan kejahatan dimaksud atau turut membantu terlaksananya peristiwa penyerangan dimaksud, sebagaimana dituduhkan kepadanya,” ujar Yohanis dalam keterangan tertulis, Rabu (13/7/2022).
Yohanis menyampaikan, saat peristiwa itu terjadi Abraham Fatemte tidak berada di lokasi peristiwa dan tidak berada di Kisor, di Kabupaten Maybrat atau bahkan di Papua Barat. Saat peristiwa dimaksud terjadi, Abraham sedang berada di Kota Tual, Provinsi Maluku dan telah berada di sana sejak bulan April 2021 dan baru kembali ke Kabupaten Sorong Bulan Desember 2021.
Ia menambahkan, Abraham telah pergi meninggalkan Kampung Kisor dan Maybrat 6 bulan sebelum peristiwa itu terjadi dan baru kemabali ke Kabupaten Sorong 3 bulan setelah peristiwa itu.
“Abraham Fatemte ke Kota Tual bersama istrinya untuk mendampingi istrinya bersalin (melahirkan), selama di kota Tual ia tidak perna melakukan perjalanan keluar kota dimaksud sebelum ia pulang Ke Sorong pada Bulan Desember 2021,” ujarnya.
Lebih lanjut, Yohanis mengatakan, pelaku penyerangan tersebut adalah kelompok Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) wilayah Sorong dibawah pimpinan Arnold Kocu. Fakta ini telah dibenarkan oleh Arnold Kocu dan pasukannya, mereka telah menyatakan bertanggung jawab atas peristiwa itu, bahkan mereka telah menyatakan bahwa Abraham Fatemte dan warga sipil lainnya yang ditangkap oleh kepolisian Sorong Selatan tidak terlibat dalam bentuk apapun pada peristiwa tersebut.
“Pernyataan Arnol Kocu ini telah disampaikan secara terbuka kepada publik pada tanggal 21 September 2021 melalui rekaman video yang dipublikasi di sosial media. Fakta ini menunjukan bahwa Abraham Fatemte bukanlah merupakan pelaku dalam peristiwa dimaksud, ia merupakan korban salah tangkap Kepolisian dalam penegakan hukum peristiwa dimaksud,” tegasnya.
Sementara itu, pada Rabu (13/7/2022) kemarin, Kepolisian Sorong Selatan (Sorsel) telah melimpahkan Abaharam kepada Kejaksaan Negeri Sorong. Sebelumnya kepolisian telah menahannya selama 110 hari di Rutan Polres, Sorsel, di Teminabuan.
Kejaksaan Negeri Sorong kemudian melanjutkan menahan Abraham Fatemte tahap pertama untuk durasi waktu 20 hari. Kejaksaan Negeri Sorong menahannya dengan tuduhan telah melakukan kejahatan, Pertama : “melakukan, menyuruh melakukan, turut serta melakukan perencanaan pembunuhan, yang diatur dalam Pasal 340 jo 55 ayat (1) ke 1 KUHP”, Subsider “melakukan, menyuruh melakukan, turut serta melakukan Pembunuhan, yang diatur dalam Pasal 338 Jo 55 ayat (1) ke 1 KUHP”;
atau Kedua : “mengunakan kekerasan terhadap orang atau barang yang mengakibat maut 170 ayat (20) ke 3 KUHP; atau Ketiga : “melakukan, menyuruh melakukan, turut serta melakukan perbuatan yang mengakibatkan kematian 353 ayat (3) jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP”.
Yohanis menilai proses hukum terhadap Abraham Fatemte dari kepolisian hingga pelimpahan kepada kejaksaan adalah proses hukum yang tidak sah. Proses hukum yang dilakukan ini tidak sesusai prosedur hukum yang benar yaitu proses hukum ini dilakukan tidak berdasarkan dasar bukti yang sah, sebagaimana diatur dalam KUHAP Pasal 14 HUHP Jo Keputusan Mahkama Konstitusi No 21/PUU-XII/2012 tentang frase bukti permulaan yang cukup.
Yohanis menekankan, atas dasar fakta-fakta hukum peristiwa dan ketentuan hukum diatas menunjukan secara jelas bahwa Abraham Fatemte tidak bersalah. Oleh sebab itu, tim kuasa hukum memandang sudah sepatutnya Kejaksaan tidak menerima dan melanjutkan perkara ini.
Menurut tim kuasa hukum, tindakan melanjutkan proses hukum perkara ini justru merupakan tindakan bertentangan dengan hukum. Oleh sebab itu, jika Kejaksaan Negari Sorong tetap menerima dan melanjutkan perkara ini, ini menunjukan Kejaksaan Negeri Sorong turut membangkang hukum.
“Ini menunjukan Kejaksaan sebagai alat kekuasaan negara yang turut mencipatakan ketidakadilan bagi rakyat Papua, itu artinya Kejaksaan Negeri Sorong turut sebagai alat penindas rakyat Papua,” ungkapnya.
Lebih lanjut, tim kuasa hukum mendesak Kejari Sorong agar segera menghentikan proses hukum terhadap Abaraham. Hal itu dilakukan demi menegakkan keadilan hukum bagi Abraham Fatemte dan rakyat Papua secara umum serta menjaga marwah peradilan dan kredibilitas Kejaksaan.
Adapun poin tuntutan itu antara lain:
- Kejaksaan Negeri Sorong segera menghentikan proses hukum perkara Abraham Fatemte dan membebaskannya kembali kepada keluarganya;
- Kejaksaan Negeri Sorong merehabilitasi nama baik Abraham Fatemte. (UWR)