PAPUA, JAGAMELANESIA.COM – Pasca pembentukan empat Daerah Otonom Baru (DOB) di tanah Papua yakni Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan dan Papua Barat Daya, pemerintah melakukan sejumlah penyesuaian kebijakan guna mendukung penyelenggaraan pemerintahan di provinsi baru berjalan optimal. Diantara kebijakan itu adalah melakukan pergeseran anggaran dari provinsi induk ke DOB.
Di masa penataan ini, pergeseran anggaran berimbas pada sejumlah kebijakan maupun program yang telah tersusun terutama di provinsi induk yakni Papua dan Papua Barat. Hal ini juga menjadi perhatian pemerintah daerah termasuk DPR Provinsi.
Di Papua, salah satunya baru-baru ini telah dilakukan penghentian layanan Kartu Papua Sehat (KPS) bagi pasien yang akan berobat di RSUD Jayapura sebagai imbas dari pengurangan anggaran pasca perubahan UU Otsus Jilid II dan DOB yang merupakan salah satu bentuk implementasi Otsus.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Komisi V DPR Papua bidang Pendidikan dan Kesehatan, Kamasan Jakobus Komboy usai melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan tiga Rumah Sakit (RS) milik Pemerintah Provinsi Papua, yakni RSUD Jayapura, RSUD Abepura, dan RS Jiwa Abepura yang berlangsung di Hotel Horison Ultima Entrop, Kota Jayapura, Rabu, (1/2/2023).
“Situasi yang terjadi saat ini ialah terjadi pengurangan anggaran pasca perubahan UU Otsus Jilid II dan DOB, maka dunia pendidikan dan kesehatan berimbas,” ujar Jakobus dikutip dari Tribun Papua, Kamis (2/2/2023).
Jakobus menerangkan, RDP ini bertujuan untuk mengetahui situasi terkini setelah penetapan APBD 2023 dengan mengundang Rumah Sakit Pemerintah RSUD Jayapura, RSUD Abepura dan RS Jiwa. RDP tersebut juga membahas perihal layanan Kartu Papua Sehat (KPS) berkaitan dengan persoalan pengurangan anggaran itu.
Menurutnya, dengan adanya perubahan UU Otsus, maka dana urusan bersama telah berada di kabupaten/kota. Kemudian dana Otsus tersebut dibagi kepada DOB yang ada, sehingga anggaran di Provinsi Papua turun.
“Itulah yang sebetulnya berimbas dan menjadi masalah baik itu di bidang pendidikan dan kesehatan, terutama pelayanan kesehatannya langsung yang berada di RSUD Jayapura dan RSUD Abepura,” jelasnya.
Oleh sebab itu, DPR Papua berharap adanya intervensi dari Pemerintah Pusat, terkait kekurangan anggaran yang berdampak pada sektor pendidikan dan kesehatan.
“Untuk itu kami berharap ada intervensi dari Pemerintah Pusat soal kekurangan anggaran tersebut,” kata Jakobus Komboy.
Selain itu, dirinya menuturkan, harus ada kerjasama antara rumah sakit rujukan utama, yakni RSUD Jayapura dan Abepura dengan kabupaten atau kota serta pemerintah provinsi di 3 DOB dalam waktu dekat guna menangani persoalan tersebut. Melalui kerjasama itu, pihaknya berharap akan ada jaminan untuk pasien yang akan dirujuk di RSUD Jayapura dan RSUD Abepura dari daerah masing-masing.
“Itu langkah yang mungkin bisa diambil, sehingga mereka yang berobat dapat ditangani oleh pihak rumah sakit karena mempunyai jaminan untuk klaim pembayaran,” tandasnya.
Sementara itu, di Papua Barat, Ketua DPR Papua Barat Orgenes Wonggor menyatakan menolak Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 206 tentang dana transfer ke daerah untuk Papua Barat dan Papua Barat Daya tahun 2023.
Wonggor mengatakan PMK tersebut perlu ditinjau kembali dan perlu ada pembahasan bersama terkait adanya pergeseran anggaran mengingat APBD telah ditetapkan di tahun sebelumnya. Bahkan, pihaknya akan menyurati pemerintah pusat terkait hal itu.
“Hari ini kita belum bisa terima sehingga PMK harus ditinjau kembali. APBD sudah ditetapkan tanggal 7 desember. Kalau ada pergeseran harus duduk kembali untuk membahas anggaran. DPR akan menyurat secara resmi menolak PMK 206. DPR juga akan bentuk tim kecil untuk melihat persoalan ini,” ujar Wonggor seperti dikutip dari Link Papua, Selasa (31/1/2023).
Dirinya juga mengatakan bahwa hingga saat ini DPR Papua Barat belum menerima penjelasan berkaitan dengan adanya pergeseran anggaran itu. DPR pun meminta agar segera ada pertemuan dengan Penjabat Gubernur Papua Barat, dan TAPD bersama pimpinan DPR dan alat kelengkapan lainnya.
“Kita minta untuk unsur pimpinan untuk mendapatkan penjelasan soal pergeseran anggaran. Kalau ada pergeseran begitu wajib eksekutif menyampaikan kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan sehingga anggaran dapat dipergunakan. Pergeseran itu harus melalui mekanisme di DPR dan persetujuan DPR. Dampak pergeseran luar biasa di masing-masing OPD,” ujarnya. (UWR)