MANOKWARI, JAGAMELANESIA.COM – Seorang akademisi di Papua Barat mengungkapkan tantangan baru di sektor ekonomi bagi Provinsi Papua Barat Daya. Dosen Ilmu Kependudukan Fakultas Pertanian Universitas Papua (Unipa) Agus Sumule menyampaikan bahwa anggaran pendapatan Provinsi Papua Barat Daya akan berkurang drastis.
Menurutnya, hal itu lantaran Papua Barat Daya tidak akan menerima Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi (DBH SDA Migas). Pasalnya Papua Barat Daya tidak termasuk wilayah yang berhak menerima DBH Migas setelah mekar dari Provinsi Papua Barat.
“Dengan pemekaran ini, jelas Papua Barat Daya tidak akan kebagian lagi. Mulai tahun anggaran 2024, Provinsi Papua Barat Daya akan kehilangan sangat banyak DBH Migas,” ucap Sumule, dikutip dari Tribun Papua Barat, Minggu (18/12/2022).
Pandangannya itu merujuk pada amanat UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Menurut Sumule, pasal 19 ayat 2 dan 3 UU tersebut dengan jelas menyebutkan DBH SDA Migas yang diterima pemerintah daerah dibagi hanya untuk provinsi bersangkutan, kabupaten/kota penghasil dan kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.
“LNG Tangguh kan adanya di Bintuni, sekarang sudah terpisah. Dari segi anggaran, Papua Barat akan naik sangat banyak, dan akan kehilangan sangat banyak di Papua Barat Daya,” kata Sumule.
Meskipun begitu, Sumule mengakui bahwa Papua Barat Daya juga memiliki potensi gas alam di Kabupaten Sorong yakni di daerah Salawati dan Klamono. Akan tetapi, menurutnya hal itu tidak begitu memiliki andil bagi penerimaan daerah lantaran gas alam yang dihasilkan di kedua distrik itu, tidak sebanding dengan yang dihasilkan di Kabupaten Teluk Bintuni.
Di sisi lain, Sumule menambahkan, Provinsi Papua Barat juga akan berbagi besaran dana Otsus dengan Provinsi Papua Barat Daya. Menurutnya, Papua Barat Daya juga akan menerima dana Otsus dari Dana Alokasi Umum (DAU) yang telah ditentukan penggunaannya dengan berbasis kinerja pelaksanaan sebesar 1,25 persen dari pagu DAU nasional.
Ia menuturkan, dari dana sebesar 1,25 persen itu dialokasikan 30 persen untuk pendidikan, 20 persen untuk kesehatan, dan 50 persen untuk ekonomi kerakyatan. Hal itu berdasarkan pada Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2021 Perubahan Kedua Atas UU 21 Tahun 2001 tentang Otsus bagi Provinsi Papua.
“Dana satu persen dan 1,25 persen ini tidak perlu dikhawatirkan. Karena sudah dibagi langsung ke provinsi dan kabupaten dari pusat dari Kementerian Keuangan. Jadi, tentu dana ini ke Provinsi Papua Barat akan berkurang, karena mesti dibagi ke Provinsi Papua Barat Daya,” jelasnya.
Selain itu, Dana Tambahan Infrastruktur (DTI) di level provinsi juga akan terbagi. Sedangkan dana di masing-masing kabupaten akan tetap sama. Oleh sebab itu, Sumule berharap pemerintah Provinsi Papua Barat Daya dapat berfokus membangun daerah dengan mengelola secara tepat dana yang ada dan potensi-potensi lainnya di wilayah pemekaran tersebut.
“Dana Otsus kabupaten tidak berubah, jadi dengan anggaran itu fokus saja kerja bangun daerah, terutama kesejahteraan OAP,” katanya.
Seperti diketahui, pengaturan DBH Migas yang dihasilkan dari Kabupaten Teluk Bintuni telah tercantum dalam UU Otsus perubahan tepatnya di Pasal 34 sekaligus turunannya di PP 106 dan PP 107 di Pasal 4, Pasal 6, Pasal 29.
Selain itu, UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyebutkan Minyak Bumi dibagi dengan imbangan 84,5% untuk Pemerintah Pusat dan 15,5% untuk Pemerintah Daerah. Sedangkan untuk Gas Alam dibagi dengan imbangan 69,5% untuk Pemerintah Pusat dan 30,5% untuk Pemerintah Daerah.
Berdasarkan UU tersebut, perhitungan pengalokasian DBH SDA Migas dilakukan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dengan begitu, penerimaan daerah Papua Barat yang diperoleh dari DBH SDA Minyak Bumi sebesar 15,5% dibagi dengan rincian, 2% dibagikan kepada Provinsi yang bersangkutan, 6,5% kepada Kabupaten/Kota penghasil, 6% untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam Provinsi yang bersangkutan, dan 1% kepada Kabupaten/Kota pengelola.
Sedangkan, untuk penerimaan daerah yang diperoleh melalui DBH SDA Gas Alam sebesar 30,5% dibagi dengan rincian, 4% kepada provinsi yang bersangkutan, 13,5% untuk Kabupaten/Kota penghasil, 12% dibagikan untuk Kabupaten/Kota yang berbatasan dan Kabupaten/Kota lainnya dalam Provinsi yang bersangkutan, dan sisanya 1% diberikan kepada Kabupaten/Kota pengelola. (UWR)