BerandaHukumSoal Pelanggaran HAM di Papua, Mahfud MD: Ada Bias Opini, Faktanya KKB...

Soal Pelanggaran HAM di Papua, Mahfud MD: Ada Bias Opini, Faktanya KKB yang Bunuh Warga

JAKARTA, JAGAMELANESIA.COM – Menko Polhukam Mahfud MD menyebut terdapat bias opini terkait persoalan pelanggaran HAM di Papua yang seringkali dikembangkan oleh kelompok-kelompok tertentu. Ia lantas memberikan contoh berkembangnya opini pelanggaran HAM oleh aparat keamanan kepada warga yang menurutnya hanyalah sebatas kabar bohong atau hoaks.

“Terkait Papua, memang ada bias opini yang sering dikembangkan oleh kelompok-kelompok tertentu. Misalnya, opini bahwa di Papua terjadi pelanggaran HAM oleh aparat sampai-sampai disoroti oleh dunia internasional. Itu adalah hoaks, karena faktanya KKB yang membunuh warga masyarakat atau warga sipil dgn keji,” ujar Mahfud, Rabu (20/7/2022).

Mahfud menambahkan, salah satu contoh hoaks yakni pada 2021 Indonesia mendapat 19 surat peringatan dari Special Procedure Mandate Holders (SPMH) PBB di Jenewa. Menurut Mahfud, faktanya tidak ada peringatan atau sorotan yang dimaksud.

“Tanggal 13-14 Juni 2022 lalu, saya hadir pada Sidang Komisi Tinggi HAM PBB di Jenewa untuk menyampaikan pidato pemajuan HAM. Ternyata pada Pembukaan Sidang KTT HAM Ke 50 itu, Indonesia tidak disebut sebagai negara yang disorot atau dirujuk, padahal ada 49 negara yg disorot dgn 32 sorotan negatif. Indonesia tidak disebut sama sekali sejak sidang-sidang KT HAM PBB tahun 2020,” kata Mahfud.

Mantan Ketua MK ini  menjelaskan surat dari SPMH bukan merupakan sorotan atau investigasi melainkan penerusan surat dari masyarakat untuk diketahui. Akan tetapi, menurutnya, isi surat itu tidak pernah dibicarakan di KT HAM PBB.

“Ketika Indonesia mendapat penerusan 17 surat dari SPMH PBB, pada kurun waktu yang sama Amerika Serikat mendapat penerusan lebih dari 70 surat. Banyak negara lain sperti Iran, India, Malaysia juga mendapat surat-surat penerusan yang sama. Surat-surat itu bukan sorotan pelanggaran HAM oleh PBB, melainkan penerusan surat biasa utk diketahui dan dipersilahkan untuk menjelaskan kalau negara yg bersangkutan mau menjelaskannya. Penjelasan tersebut nanti dipasang di website SPMH. Itu saja,” jelas Mahfud.

“Tapi oleh kelompok-kelompok tertentu dihembuskan bhw PBB akan melakukan investigasi. Ada yang gagah-gagahan mengumumkan telah membentuk Tim untuk menyambut Tim SPMH dari PBB guna menyampaikan pengaduan. Padahal tidak ada rencana kunjungan, apalagi investigasi tersebut dari PBB. Buktinya sampai sekarang tidak ada apa-apa,” sambungnya.

Mahfud juga menceritakan pertemuannya dengan Komisioner Tinggi HAM PBB, Michelle Buchelet di markas PBB. Ia mengatakan, dirinya bersama 5 delegasi Indonesia lainnya mendengar langsung Michelle memberikan apresiasi atas perkembangan terakhir yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung RI.

“Masyarakat belum tahu dan harus tahu bahwa SPMH itu bukan organ PBB yang bisa menilai dan menyelidi pelanggaran HAM di suatu negara atas nama KT-HAM PBB,” katanya.

“Jadi tanpa bermaksud mengatakan bahwa di Indonesia benar-benar bersih dari pelanggaran HAM, kita pastikan bahwa KT-HAM PBB sudah tiga kali sidang tahunan (sejak tahun 2020), tidak menyebut Indonesia sbg salah satu negara yang disorot atau dirujuk.
Saya mengapresiasi hasil diplomasi Kementerian Luar Negeri yang mampu menjelaskan hal itu ke dunia internasional,” imbuhnya.

Keterangan ini ia sampaikan juga dalam menanggapi banyaknya pertanyaan tentang sikap pemerintah Indonesia termasuk apakah ada tindakan khusus yang akan dilakukan pasca peristiwa pembantaian 12 orang sipil di Nduga dimana 10 orang diantaranya meninggal dunia oleh KKB di Papua.

“Saya jawab, sampai sekarang kita tetap menggunakan pendekatan keamanan dalam tertib sipil. Kalau soal ada yg menolak pemekaran wilayah atau DOB, ya biasa saja. Kan lebih banyak yg mendukung, baik rakyat maupun tokoh-tokohnya. Dukungan sangat masif dan meriah,” kata Mahfud.

“Kalau OPM, ya memang sejak awal menolak pemekaran. Kalau menunggu semua orang setuju atas satu rencana kebijakan, takkan pernah ada kebijakan. Di dalam negara demokrasi, biasa ada yang setuju dan tak setuju,” tambahnya. (UWR)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru