JAKARTA, JAGAMELANESIA.COM – Senator Papua Barat, Dr. Filep Wamafma mendorong pemerintah untuk mempertimbangkan lagi kebijakan efisiensi anggaran yang juga menyasar anggaran Transfer ke Daerah (TKD), utamanya terhadap daerah 3T yakni Tertinggal, Terdepan dan Terluar.
Menurutnya, di tengah kebijakan efisiensi, pemerintah juga harus memperhatikan keberlanjutan daerah 3T. Terlebih saat ini belasan proyek kerjasama USAID untuk daerah 3T dihentikan imbas dari kebijakan efisiensi pemerintahan Donald Trump di AS.
“Saya kembali menyuarakan dan meminta pemerintah untuk mempertimbangkan lagi efisiensi anggaran di daerah 3T, yaitu daerah dengan spirit afirmasi. Adanya efisiensi yang memotong anggaran TKD, termasuk Otsus jelas akan berdampak pada jalannya program pembangunan di daerah-daerah ini. Apalagi, USAID (United States Agency for International Development) menghentikan belasan proyek kerja sama yang selama ini cukup berdampak signifikan dalam upaya membangun wilayah 3T, dari infrastruktur maupun manusianya,,” kata Filep dalam keterangan yang diterima Sabtu (1/3/2025).
“Kondisi ini menjadi sulit dan persoalan bertumpuk ketika adanya efisiensi. Di Papua misalnya, banyak program USAID menyasar berbagai sektor seperti optimalisasi tata kelola pemerintahan, kesehatan, kualitas air minum dan sanitasi, pelestarian mangrove yang bermanfaat bagi keberlanjutan lingkungan juga kehidupan masyarakat adat. USAID juga mengembangkan layanan pengaduan publik, kepastian kualitas gizi untuk mencegah stunting, dan banyak lagi. Tentu proyek-proyek pembangunan ini sangat bermanfaat bagi masyarakat 3T, sekaligus akan terasa dampaknya jika proyek ini dihentikan. Kondisi ini menambah berat tantangan pemerintah menangani sederet persoalan di atas,” jelas Filep menambahkan.
Dihimpun dari berbagai sumber, sejumlah program USAID di daerah 3T meliputi USAID Kolaborasi di Provinsi Papua dan Papua Barat yang bertujuan untuk meningkatkan optimalisasi pengelolaan dana Otsus agar tepat sasaran, USAID LESTARI yang menyasar kelestarian mangrove dan situs-situs adat, USAID IUWASH Tangguh, Proyek PASTI Papua, USAID CEGAH, USAID Integritas, USAID ERAT, Proyek Smart Grid, USAID SINAR, USAID SELARAS, USAID MOMENTUM, hingga proyek One Health.
“Contoh saja, USAID Kolaborasi itu kerjasama dengan Bappenas dan Kemendagri yang mendapatkan pendanaan 10 juta dolar dari USAID. Implementasi program dilakukan oleh Wahana Visi Indonesia (WVI) bersama INFID dan Yayasan Kitong Bisa (KBF). Ada juga LESTARI yang bertujuan untuk mengelola mangrove dan situs-situs penting adat secara kolaboratif di Mimika dan Asmat dengan mendampingi 14 kampung dalam upaya pembangunan berkelanjutan berbasis adat. Proyek ini juga memfasilitasi 10 kelompok jaga hutan dari masyarakat adat untuk patroli perlindungan hutan rawa dan mangrove. Lalu jika proyek ini dihentikan, maka sedikit banyak juga akan berdampak,” urainya.
“Contoh lain sebut saja proyek IUWASH yang menargetkan air minum dan sanitasi aman di Papua dan Sulawesi, ini kan kebutuhan dasar manusia. Lalu, Proyek PASTI (Partnership to Accelerate Stunting Reduction in Indonesia) Papua, proyek kerjasama USAID dengan Kementerian Kesehatan dan Freeport untuk penurunan stunting serta meningkatkan status gizi anak di Kabupaten Mimika, Nabire, dan Asmat. Jika proyek ini dihentikan maka penanganan stunting di Papua akan semakin berat mengingat ada efisiensi anggaran yang cukup besar dari dana Otsus. Hal yang sama bisa jadi juga berlaku bagi proyek-proyek USAID di daerah 3T lainnya,” ujarnya lagi.
Berdasarkan hal itu, senator yang kini menjabat sebagai Ketua Komite III DPD RI itu mendorong sejumlah hal kepada pemerintah dan mempertimbangkan kembali kebijakan efisiensi anggaran dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2025 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 29 Tahun 2025 tentang Penyesuaian Rincian Alokasi Transfer Ke Daerah menurut Provinsi/Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2025.
“Jadi saya mendorong pemerintah untuk mengevaluasi kembali kebijakan terutama implementasi efisiensi yang berdampak pada wilayah 3T, misalnya pemotongan dana Otsus dan Kurang Bayar Dana Bagi Hasil (DBH). Saya juga mendesak Pemerintah untuk segera mencari negara-negara atau lembaga donor baru untuk memastikan keberlanjutan semua program yang urgen di daerah 3T,” katanya.
“Jika perlu juga memastikan tersedianya dana cadangan untuk wilayah 3T. Kemudian saya mendorong Pemerintah untuk membentuk regulasi tentang Dana Bersama Pembangunan Wilayah 3T. Regulasi ini akan mampu memastikan keberlanjutan pembangunan di wilayah 3T,” tutupnya.