MANOKWARI, JAGAMELANESIA.COM – Belakangan ini ramai pemberitaan yang menyebutkan bahwa istri Pj Gubernur Papua Barat, Roma Megawanti Pasaribu, akan maju dalam Pemilihan Legislatif (pileg) 2024. Roma Megawanti merupakan salah satu caleg DPR RI Dapil Papua Barat yang diusung oleh Partai Golkar.
Perihal akan majunya sang istri dalam pencalegan ini pun didukung oleh sang suami yang adalah Pj Gubernur Papua Barat, Paulus Waterpauw. Berkaitan dengan hal tersebut, Kepala Pusat Bantuan Hukum STIH Manokwari Frengky Wambrauw, SH., MH mengingatkan beberapa hal.
“Kritik pertama, saya pikir kita harus sadar bahwa jabatan Pj Gubernur merupakan jabatan yang diatur oleh UU ASN, dan bukan jabatan politik. Itu artinya Pj Gubernur adalah ASN yang dalam politik pemilu bersikap netral, tidak mendukung siapapun termasuk istrinya sendiri. Dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. ASN pun diamanatkan untuk tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun. Dalam konteks netralitas, larangan ASN dalam berpolitik bukanlah suatu pelanggaran hak asasi manusia, tetapi merupakan konsekuensi dari hubungan dinas publik dan teori contract sui generis”, kata Frengky dalam keterangan tertulis yang diterima pada Selasa (20/6/2023).
“Pasal 5 ayat (2) UU ASN menegaskan tentang Kode Etik ASN, diantaranya ialah bahwa ASN harus menjaga agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam melaksanakan tugasnya, memegang teguh nilai dasar ASN dan selalu menjaga reputasi dan integritas ASN. Jika sudah mengindikasikan dukungan kepada caleg tertentu, jelas ini melanggar Kode Etik ASN,” ujar Frengky lagi.
Selain itu, Frengky menyebutkan, Pasal 6 PP Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negri Sipil juga menegaskan nilai-nilai dasar yang harus dijunjung tinggi oleh Pegawai Negeri Sipil yang meliputi mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan, profesionalisme, netralitas, dan bermoral tinggi.
“Jadi secara etis sudah bermasalah bila Pj Gubernur Papua Barat menyatakan dukungan pada istri sebagai caleg, dan ini tentu harus mendapat sanksi moral sesuai Pasal 15 dan Pasal 16 PP Nomor 42 Tahun 2004,” ucapnya.
Lebih lanjut, Kepala LP2BH STIH Manokwari itu juga mengingatkan bahwa dukungan Pj Gubernur terhadap pencalegan istri melalui salah satu parpol, merupakan pelanggaran terhadap disiplin PNS. Ia menjelaskan, Pasal 23 UU ASN menyebutkan, pegawai ASN wajib menaati ketentuan peraturan perundang-undangan. Lalu, Pasal 86 ayat (3) UU ASN menegaskan bahwa PNS yang melakukan pelanggaran disiplin dijatuhi hukuman disiplin.
“Maka saya meminta kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) sesuai amanat Pasal 31 UU ASN untuk menjaga netralitas ASN, kemudian menerima laporan terhadap pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN, dan jika perlu melakukan penelusuran data dan informasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN. Silakan KASN memberi rekomendasi kepada Pejabat Pembina Kepegawaian dan Pejabat yang Berwenang untuk ditindaklanjuti,” tegas Frengky lagi.
“Kita harus memberikan edukasi politik bahwa seorang Pj Gubernur sebagai ASN, dilarang keras memberikan dukungan pada siapapun yang maju sebagai caleg. Pasal 5 huruf n PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil menegaskan bahwa PNS dilarang untuk memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat, calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, atau calon anggota Dewan Perwakilan Ralryat Daerah. Bila Pj Gubernur Papua Barat menyatakan mendukung pencalegan istrinya, maka ada potensi pelanggaran disiplin PNS ini. Bisa jadi ini masuk hukuman disiplin berat sesuai Pasal 14 huruf i PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil,” kata Frengky menambahkan.
Selanjutnya, Frengky memberikan kritik kedua terkait kepengurursan PKK. Menurutnya, dalam masa sebagai Pj Gubernur, selayaknya Ibu Pj Gubernur lebih fokus pada masalah Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Menurutnya, masih ada pekerjaan rumah terkait 10 program PKK di Papua Barat, terutama bila bicara tentang pangan, sandang, perumahan dan tata laksana rumah tangga, pendidikan dan keterampilan, kesehatan, pengembangan kehidupan berkoperasi, kelestarian lingkungan hidup, dan perencanaan sehat.
“Itu semua diperintahkan dalam Pasal 11 PP Nomor 99 Tahun 2017 tentang Gerakan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga. Bahkan Pasal 28 Permendagri Nomor 36 Tahun 2020 sebagai turunan dari PP di atas memerintahkan TP PKK di daerah untuk mendata, menggerakkan, dan mengendalikan 10 program PKK tersebut. Di Papua Barat itu masih ada stunting, kemiskinan, putus sekolah, KDRT. Ada begitu banyak masalah yang masih ada dalam ruang lingkup PKK. Lalu kalau mau maju caleg, bagaimana nasib semua program itu, apakah bisa berhasil? Kita jangan sampai menelantarkan hal-hal yang menjadi tupoksi utama. Apakah semua itu sudah dievaluasi secara baik sehingga sekarang mau maju caleg?” kata Frengky
“Mengingat bahwa Pj TP PKK itu independen dan tidak terikat pada parpol tertentu, maka jika Ibu Pj Gubernur Papua Barat mau jadi caleg dari Parpol tertentu, sebaiknya Ibu Pj Gubernur mengundurkan diri dari TP PKK. Ini penting agar menjadi edukasi bagi generasi muda Papua Barat, bahwa konflik kepentingan itu sangat berbahaya. Di satu sisi netral sebagai TP PKK, tetapi di sisi lain sudah masuk ke sirkel partai politik tertentu. Kalau kita dewasa dalam pendidikan politik, hal seperti ini tidak perlu dijelaskan secara detail”, pungkas Frengky.