MANOKWARI, JAGAMELANESIA.COM – Koordinator Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) dari Dewan Adat Papua (DAP) Wilayah III Doberay, Yan Christian Warinussy, SH hendak mengingatkan Kapolda Papua Barat dan jajarannya dalam pelaksanaan seleksi calon taruna perwira, bintara dan tamtama Kepolisan Republik Indonesia (Polri) di Provinsi Papua Barat. Menurutnya seleksi harus dilaksanakan berdasarkan pada Undang-Undang Otonomi Khusus.
“Amanat pasal 49 UU RI No. 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Yang diberlakukan di Provinsi Papua Barat berdasarkan UU RI No.35 Tahun 2008, jelas-jelas menyatakan (dalam pasal 49 ayat 1 UU No.21 Tahun 2001) bahwa seleksi perwira, bintara dan tamtama dilaksanakan oleh Polda Papua Barat dengan memperhatikan sistem hukum, budaya, adat istiadat dan kebijakan Gubernur Papua Barat,” ungkap Warinussy kepada jagapapua.com, Kamis (13/5).
Menurut Warinussy, terdapat konsekuensi pembiayaan yang bersumber dari dana Otsus dari pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Papua Barat. Berdasarkan amanat pasal 49 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) serta ayat (5) jelas bahwa prioritas diperuntukkan bagi calon-calon yang berasal dari kalangan Orang Asli Papua (OAP) sebagaimana adanya kebijakan afirmasi.
Lebih lanjut, Warinussy berpandangan bahwa sesuai dengan amanat pasal 1 huruf t dan pasal 62 ayat (2) UU No.21 Tahun 2001 tentang Otsus bagi Provinsi Papua, maka sudah jelas kesempatan pertama dan utama selayaknya diberikan kepada anak-anak asli Papua untuk diikutsertakan sebagai calon perwira, bintara ataupun tamtama dalam seleksi yang dilakukan oleh Kapolda Papua Barat saat ini.
“Hendaknya bapak dan ibu maupun saudara-saudari yang bukan Orang Asli Papua (OAP) menyadari dan tidak berusaha meminta dukungan rekomendasi dari lembaga yang terhormat seperti Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) untuk meloloskan anak, keponakan atau familinya dalam test-test dimaksud. Agar tim seleksi memiliki cukup dasar guna mempertimbangkan adanya anak-anak asli Papua dalam test calon perwira, bintara maupun tamtama tersebut,” sebut Warinussy.
Selain itu, menurut Warinussy, MRPB harus tegas dan mengunci pemberian rekomendasi sesuai amanat pasal 1 huruf t dan pasal 62 ayat (2). Menurutnya hal itu akan memperjelas adanya pertimbangan bagi perlindungan dan pemberdayaan OAP.
“Jadi jika ada jatah Polda Papua Barat sebanyak 4 (empat) orang bagi OAP dan ada 2 (dua) atau 3 (tiga) orang anak asli Papua yang tersisa, maka jelas kedua atau ketiganya mesti diprioritaskan untuk memperoleh tempat dalam jatah yang tersedia,” jelasnya.
Di samping itu, Warinussy menekankan kepada Kapolda Papua Barat untuk tampil guna memberi dukungan kepada Kapolri agar anak-anak asli Papua diutamakan sesuai dengan amanah UU yang berlaku. (WRP)