SORONG, JAGAMELANESIA.COM – Forum Komunikasi (Forkom) Masyarakat Adat Imekko Bersatu Provinsi Papua Barat Daya (PBD) kembali mempertanyakan keseriusan Polresta Sorong terkait penanganan kasus meninggalnya 6 OAP yang merupakan pemuda Imekko Kota Sorong, Bintuni dan Biak akibat miras oplosan.
Ketua Forkom Imekko, Ferry Onim mengatakan hingga saat ini belum ada kejelasan mengenai kasus tersebut sejak Maret 2022 lalu. Onim menyayangkan pelaku yang juga masih bebas berkeliaran belum tersentuh hukum.
Ia menyebut, pelaku meracik miras oplosan menggunakan obat etanol dan memberikannya kepada 7 korban saat itu. Menurutnya, pelaku yang berinisial HS adalah salah satu bos dari para korban.
“Kami minta kejelasan kinerja Polres Kota Sorong saat ini, bagaimana persoalan pembantaian anak-anak Papua ini. Kami menilai bahwa kejadian ini sangat tidak manusiawi. Anak-anak Papua ini merupakan karyawan yang bekerja membantu HS, si pelaku. Namun justru dibunuh secara tidak manusiawi,” ujar Onim, Kamis (15/6/2023).
Selain itu, Onim menyebutkan telah ada mediasi yang difasilitasi Mantan Kapolres Kota Sorong beserta Kepala Suku Imekko, Kepala Suku Biak, Kepala suku Maybrat di Ruang Rapat Kapolres Kota Sorong pada Maret 2022 lalu. Namun, hingga saat ini hasil mediasi tersebut juga belum ditindaklanjuti.
“Hasil tuntutan keluarga korban terhadap pelaku HS sesuai tuntunan yang disampaikan sejak 2022 lalu hingga saat ini hilang kabar dan pelaku pembantaian anak-anak Papua itu bebas berkeliaran hingga saat ini,” katanya.
“Tuntutan masyarakat adat Imekko saat pertemuan di Polres Kota Sorong Satu Kepala 1 Miliar. Pelaku HS ini adalah mantan anggota DPR Kota Sorong tahun 2008 yang di-PAW oleh karena kasus Narkoba. Sehingga kerja-kerja itu dikembangkan dalam bisnis racik miras oplosan hingga korbankan anak-anak adat ini sebagai anak buah dari HS,” tambah Onim.
Oleh sebab itu, Onim mendesak agar Polresta Sorong segera menindaklanjuti hasil mediasi yang sampai 1 tahun lebih itu belum ada kejelasan. Dirinya berharap proses hukum dapat segera berjalan dan pelaku dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.
“Kami seperti sudah tidak dihormati secara manusiawi sehingga apa yang dilakukan saat ini seperti binatang saja yang mudah diambil nyawa mereka,” tutupnya. (UWR)