MANOKWARI, JAGAMELANESIA.COM – Proses hukum terhadap kasus tambang emas ilegal di Distrik Masni, Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua terus berlangsung. Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya sempat mengembalikan berkas perkara untuk dapat dilengkapi terkait dengan identitas para tersangka.
Saat ini sebanyak 34 tersangka yang diamankan Unit Tipidter Polresta Manokwari telah diserahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Manokwari. Pasalnya kasus penambangan emas tanpa izin yang tepatnya berada di kali Wariori, Kampung Wasirawi tersebut sudah memasuki tahap II atau P21.
Puluhan tersangka itu diserahkan dalam kondisi sehat dan mampu menjalani proses hukum. Hal ini disampaikan oleh Kepala Unit Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Polresta Manokwari, Ipda Abeg Guna Utama dalam keterangan pers, Kamis (23/3/2023).
“Kasus tersebut sudah dilimpahkan ke kejaksaan, terdiri dari tujuh berkas, dan lima laporan polisi,” kata Ipda Abeg Guna Utama.
Abeg menerangkan, 34 tersangka itu terdiri dari 33 pekerja tambang emas ilegal dan satu orang pemodal. Sementara itu terdapat 4 orang pemodal lainnya masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Adapun seorang pemodal itu berinisial A, sedangkan empat pemodal lainnya masing-masing berinisial E, R, R dan RU. Kelima pemodal tambang tersebut diketahui berasal dari luar wilayah Papua.
“Pemodal berjumlah lima orang, satunya sudah ditahan, sisanya masih dalam tahap pencarian sampai saat ini,” katanya.
Dalam kasus ini, barang bukti emas tidak ditemukan. Akan tetapi, pihak Kepolisian telah berkoordinasi dengan ahli pidana dan minerba di Jakarta yang menyebutkan bahwa aktivitas pertambangan yang dapat merusak lingkungan itu sudah cukup dijadikan bukti oleh kepolisian untuk melakukan penangkapan.
Adapun barang bukti yang ditahan berupa, ekskavator, mesin dompeng, genset, alkon, karpet dan selang tambang serta beberapa alat tambang lainnya. Meskipun demikian dirinya juga mengakui bahwa hingga saat ini masih ada aktivitas penambangan yang juga disoroti dan dikeluhkan oleh masyarakat setempat
“Tapi kita usahakan, kalaupun harus ditindak itu harus melibatkan berbagai elemen masyarakat termasuk pemilik hak ulayat,” ujarnya.
Terkait kasus ini, para tersangka terjerat Pasal 158 dan 161 UU RI Nomor 3 tahun 2020 tentang perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan, Mineral dan Batu Bara. Kemudian Pasal 89 ayat ke (1) a dan b UU RI Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Hutan Jo UU RI Nomor 11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Jo Pasal 55 ayat (1) KUH Pidana. (UWR)