MAKASSAR, JAGAMELANESIA.COM – Kali pertama di Indonesia, majelis hakim menjatuhi hukuman secara in absentia pada pelaku kejahatan lingkungan hidup. Adalah dua terdakwa, Salahuddin Toto Hartono alias Toto dan Sutarmi masing-masing pidana penjara lima tahun, denda Rp2,5 miliar walau keduanya tak hadir di persidangan. Kedua bos usaha pengolahan kayu ini terjerat kasus kayu ilegal yang disita pada 2019.
Keduanya sah bersalah turut serta dan tak memiliki izin mengangkut hasil hutan sebagaimana UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan UU Hukum Acara Pidana serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan.
Dalam vonis sidang terpisah pada 12 Desember 2022 ini dengan majelis hakim, Farid Hidayat Sopamena selaku hakim ketua, dan Franklin B Tamara, dan Yasri sebagai hakim anggota.
Salahuddin Toto Hartono, yang berdomisili di Kampung Rhepang Muaif, Distrik Nimbokrang, Jayapura, Papua ini merupakan kuasa Direktur CV Mevan Jaya, pemilik tiga kontainer kayu merbau ilegal 59,96 meter kubik.
Sedang Sutarmi dari Desa Sentani Kota, Kecamatan Sentani, Jayapura, Papua merupakan Direktur CV Rizki Mandiri Timber, pemilik 29 kontainer berisi kayu merbau ilegal sebanyak 579,00 meter kubik.
Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), mengatakan, persidangan dan putusan secara in abstentia ini sejarah dalam penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan.
“Ini harus menjadi pembelajaran bagi pelaku kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan. KLHK apresiasi Kejaksaan Tinggi Sulsel dan Kejari Makassar serta Hakim PN Makassar,” katanya di Makassar, 23 Februari lalu.
Roy, sapaan akrabnya mengatakan, KLHK konsisten dan tak akan berhenti menindak pelaku kejahatan yang merusak lingkungan hidup dan kawasan hutan serta merugikan negara.
“Kami akan menggunakan semua instrumen yang ada-agar ada efek jera,” katanya.
Menurut dia, penegakan hukum secara in absentia ini merupakan bukti komitmen pemerintah dan negara dalam melindungi sumber daya alam dan kekayaan negara dari ancaman kejahatan. Di mana sumber daya alam Indonesia, kata Roy, harus sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
“Kami mengapresiasi Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Kejaksaan Negeri Makassar yang membawa kedua terdakwa ke pengadilan dan Majelis Hakim PN Makassar yang menyidangkan dan memutuskan hukuman pidana penjara dan denda kepada kedua terpidana secara in abstentia.”
Proses penegakan hukum kepada kedua tersangka, setelah mereka masuk daftar pencarian orang (DPO). Penyidik Gakkum KLHK telah memanggil secara patut, menerbitkan DPO, mencari kedua tersangka sesuai alamat bersangkutan, serta mengumumkan di surat kabar nasional dan media sosial. Keduanya tidak kooperatif hadir dan penyidik belum menemukan mereka.
Karena kedua tersangka tDPO, Penyidik Gakkum LHK berkoordinasi dengan Kejaksaan Tinggi mendorong untuk penegakan hukum in absentia. Ia diatur dalam Pasal 51 ayat (1) UU No. 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Selama persidangan sejak September 2022-Desember 2022, terdakwa dipanggil, namun tidak hadir mengikuti persidangan.
Yazid Nurhuda, Direktur Penegakan Hukum Pidana KLHK, mengatakan, kasus ini berawal dari operasi penegakan hukum Satgas Penyelamatan Sumber Daya Alam Papua, Gakkum LHK, bersama dengan Lantamal 6 TNI AL di dermaga Pelabuhan Soekarno Hatta, Makassar. Kayu-kayu ini dari Papua.
“Pada 5 Januari 2019, tim operasi menemukan kapal barang MV Strait Mas Jakarta, sedang bongkar-muat kontainer yang di dalam lambung kapal itu,” katanya.
Saat itu ditemukan, 57 kontainer berisi kayu merbau diduga ilegal, tidak memiliki surat keterangan sahnya hasil hutan.
“Kami mengapresiasi Korwas PPNS Polda Sulsel dan Lantamal VI Makassar yang mendukung proses penegakan hukum ini,” ujar Yazid.
Empat terpidana lain sudah vonis di Pengadilan Negeri Makassar, yaitu Daniel Garden, Direktur CV Mansinam Global Mandiri, dan Dedi Tandean sebagai Direktur CV Edom Ariha Jaya. Kemudian, Tonny Sahetapy, Direktur PT Rajawali Forestry, dan Budi Antoro, Kuasa Direktur PT Harangan Bagot. (rls)