JAKARTA, JAGAMELANESIA.COM – Aktivitas pertambangan ilegal di Papua Barat kian memprihatinkan. Pasalnya, kegiatan pertambangan ini dilaporkan telah memasuki kawasan konservasi, cagar alam bahkan telah merusak Daerah Aliran Sungai (DAS).
Hal itu disampaikan Kasatgas Koordinasi dan Supervisi Wilayah V KPK Dian Patria saat rapat koordinasi dengan pemerintah daerah se-Papua Barat, Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Keuangan, Kementerian ATR/BPN dan Kementerian PUPR, Jumat (15/7/2022).
“Kita mendapat banyak laporan kegiatan pertambangan di Papua Barat ini, telah merambah kawasan hutan. Bahkan aktivitas pertambangan juga telah masuk ke kawasan konservasi dan cagar alam dan merusak Daerah Aliran Sungai,” kata Dian dalam keterangan resminya.
Atas kondisi ini, KPK mendesak adanya penataan sektor pertambangan di wilayah Papua Barat tersebut. Berdasarkan data yang dimiliki KPK, terdapat 6 titik pertambangan ilegal di Papua Barat, paling banyak berada di Kabupaten Pegunungan Arfak dan Kabupaten Manokwari.
Menurut Dian, hal ini juga sesuai dengan hasil pemetaan yang dilakukan oleh Kemenkopolhukam dan asisten Deputi Pengelolaan Sampah dan Limbah Kemenkomarves yang juga merupakan pelaksana satgas penertiban PETI dalam rakor tersebut.
Lebih lanjut, Dian mengatakan, apabila aktivitas pertambangan ilegal ini tidak segera dihentikan maka akan berdampak pada kerusakan lingkungan dan mengancam keselamatan masyarakat sekitar. Oleh sebab itu, KPK meminta semua pihak untuk menyepakati penghentian aktivitas pertambangan ilegal di Papua Barat.
“Penting untuk dipetakan aktor yang terlibat dan jalur supply-chain ke lokasi PETI ini antara lain suplai mecuri/cinnabar dan BBM ke lokasi PETI,” kata Dian.
Ia menambahkan, bagi KPK, persoalan PETI di Papua Barat dan wilayah lain di Indonesia tidak hanya mencerminkan betapa lemahnya tata kelola sektor pertambangan, namun juga mengindikasikan adanya persoalan penegakan hukum yang tidak jalan.
“Bisa jadi, dibalik tindak pidana pertambangan ilegal ini, terjadi tindak pidana korupsi, fraud dan misconduct. Dan ini yang menjadi perhatian KPK di Papua Barat,” ujar Dian.
Sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala BPKM Bahlil Lahadalia telah memerintahkan penutupan tambang emas ilegal yang beroperasi di Kabupaten Manokwari dan Pegunungan Arfak pada Juni 2022 lalu.
Menindaklanjuti hal itu, Pj Gubernur Papua Barat Paulus Waterpauw mengatakan akan membentuk satgas penanganan tambang di kedua wilayah tersebut. Satgas ini diharapkan dapat menjadi jembatan pertemuan berbagai pihak termasuk dengan para pemilik ulayat di areal tambang.
Pemilik Ulayat Tolak Penutupan Tambang Emas, Minta Diterbitkan IPR
Pemilik ulayat areal penambangan emas tanpa izin (PETI) di Manokwari, Papua Barat melakukan demonstrasi menolak penutupan tambang emas tersebut di Kantor Bupati Manokwari, Selasa (21/6/2022).
Dalam demo itu, ratusan orang mengklaim sebagai perwakilan pemilik ulayat dari 7 kampung di Distrik Masni yakni Kampung Wasirawi, Warmomi, Meimas, Kali Kasi, Meyof, Waramuri dan Wariori. Hal ini mengingat masih banyak masyarakat setempat yang belum memahami aturan terkait perizinan usaha penambangan ilegal.
Masyarakat mendesak pemerintah daerah baik kabupaten maupun provinsi untuk memfasilitasi peneribatan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) khususnya di Manokwari dan Pegunungan Arfak.
“Rencana penutupan tambang emas di Kabupaten Manokwari dan Pegunungan Arfak membuat kami resah. Kenapa sampai pemerintah daerah mau tutup ini tambang. Kalau berbicara aturan dan dianggap salah, dianggap tidak mengerti juga bisa. Karena adat ini, kami punya warisan ini sudah ada. Tambang emas untuk rakyat,” ungkap Ketua LMA Distrik Masni Soleman Mansenu.
Masyarakat menghendaki untuk mengelola areal tambang emas tersebut secara mandiri dan menolak masuknya investor ke wilayah tambang ini.
“Kami tidak mau investor besar masuk nanti seperti di Timika, Tembagapura sana. Kami mau kerja sendiri pakai alat yang ada. Bukan kami kerja bongkar gunung, bongkar hutan, tetapi kami kerja di pinggiran air (sungai),” ujarnya. (UWR)