JAKARTA, JAGAMELANESIA.COM – Pada hari ini 20 April 2021, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan putusan menolak seluruh dalil permohonan praperadilan yang diajukan oleh Aktivis Mahasiswa Papua Ruland Rudolof Karafir dan Finakat Molama alias Kevin melalui Tim Kuasa Hukum Advokasi Papua. Tim Advokasi menilai Putusan tersebut adalah putusan yang mengabaikan fakta dan tidak mencerminkan kehormatan seorang hakim yang seharusnya membuat pertimbangan yang mencerminkan keadilan dan kearifan.
Tim Advokasi Papua menilai, tindakan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ini bertentangan dengan Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI No 47 Tahun 2009 dan Ketua Komisi Yudisial RI No 02 Tahun 2009 Tentang Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Hakim menyatakan, “Kehormatan hakim itu terutama terlihat pada putusan yang dibuatnya, dan pertimbangan yang melandasi, atau keseluruhan proses pengambilan keputusan yang bukan saja berlandaskan peraturan perundang- undangan, tetapi juga rasa keadilan dan kearifan dalam masyarakat.” dan Poin ke
ke-10.4 Kode Etik yang mewajibkan Hakim untuk “menghindari terjadinya kekeliruan dalam membuat keputusan, atau mengabaikan fakta.. “
Alih-alih menguji secara substantif tentang penerapan hukum acara yang belaku (KUHAP) hakim praperadilan PN Jakarta Selatan yang mengadili Permohonan tersebut justru secara terang-terangan menyetujui tindakan-tindakan pelanggaran yang telah dilakukan oleh Polda Metro Jaya terhadap Rulan dan Kevin. Hal itu terlihat dari poin-poin pertimbangan hakim yang menyatakan:
1. Penetapan status tersangka Ruland & Kelvin dianggap sah dimana hakim menyatakan penetapan tersebut telah dilakukan dengan dua alat bukti yang cukup sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU/XII/2014 dan Kita Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang didasarkan berbagai alat bukti surat yang diberikan oleh pihak kepolisian. Namun, hakim tidak mempertimbangkan adanya fakta bahwa kepolisian pada saat penahanan hanya menunjukan bukti berupa rekaman video yang sudah beredar sebelumnya, kemudian berdasarkan rekaman tersebut Termohon meminta Para Pemohon untuk mengaku dan bahkan setelahnya meminta saran terhadap Para Pemohon tentang siapa saja yang dapat dijadikan saksi dalam kasus ini hal tersebut menunjukan perbedaan fakta dan bukti surat tersebut;
2. Penangkapan dan Penahanan Ruland dan Kevin dianggap sah, hakim memberikan pertimbangan tersebut didasarkan dengan bukti surat yang diajukan oleh pihak kepolisian. Hakim tidak mempertimbangkan keterangan dari saksi yang telah diajukan oleh Tim Advokasi Papua, dalam persidangan telah dihadirkan saksi yang menyatakan bahwa dalam proses penangkapan pihak kepolisian tidak menunjukkan surat perintah penangkapan, hal tersebut tentu telah membuat terang adanya penangkapan yang tidak sah dan juga berdampak pada penahanannya;
3. Hakim Tunggal Praperadilan tidak mempertimbangkan fakta bahwa dalam penyidikan perkara ini Polda Metro Jaya tidak pernah memeriksa Ruland dan Kevin sebagai terlapor/saksi/calon tersangka sebelum dilakukan penetapan tersangka/penangkapan;
4. Hakim Tunggal Praperadilan tidak mempertimbangkan fakta bahwa Ruland & Kevin tidak pernah mendapatkan tembusan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan hingga permohonan praperadilan diajukan, bahkan hingga saat ini.
5. Hakim menyetujui dan menganggap sah Penggeledahan dan Penyitaan terhadap Ruland dan Kevin hakim karena barang yang diambil dan didianggap sudah dikembalikan dan terdapat surat penetapan penggeledahan dan penyitaan. Padahal surat tersebut baru ada seminggu setelah penggeledahan dan penyitaan terjadi, selain itu kasus ini bukanlah kasus tertangkap tangan, maka dari itu keadaan mendesak sebagaimana ketentuan Pasal 34 (Keadaan Mendesak Penggeledahan) dan Pasal 38 (Keadaan Mendesak Penyitaan) KUHAP tidak dapat dijadikan alasan.
Dari poin-poin pertimbangan di atas terlihat jelas hakim tidak melindungi hak-hak korban pelanggaran hukum acara. Pertimbangan tersebut sangat mensimplifikasi peran praperadilan untuk dapat secara substantif melindungi hak-hak tersangka. Pertimbangan hakim tersebut juga bertentangan dengan Putusan MK Nomor 21/PUU/XII/2014 dan Putusan MK No. 130/PUU/XIII/2015, Pasal 17, Pasal 21, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 38, Pasal 39 jo. Pasal 42 KUHAP.
Tim Advokasi Papua menilai seharusnya Pelanggaran-pelanggaran Hukum Acara dan Penyelundupan Hukum dalam perkara ini yang merugikan hak tersangka seperti ini tidak akan terjadi jika Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan serius dan objektif dalam menerima dan memutus perkara ini.
Seharusnya, hakim memberikan kepastian dan keadilan hukum bagi 2 (dua) Aktivis Mahasiswa Papua Ruland dan Kevin, sesuai Pasal 1 Ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 yang mengamanatkan negara menjamin hukum dan adil, serta memberlakukan seluruh orang sama di hadapan hukum (equality before the law).
Dengan ditolaknya permohonan praperadilan ini telah membuktikan tidak adanya usaha untuk memotong rantai panjang kesewenang-wenangan pihak Kepolisian dalam proses penegakan hukum oleh lembaga kekuasaan kehakiman. Ditolaknya permohonan praperadilan ini juga berarti tidak akan memberikan efek jera kepada para aparat yang selama ini melakukan kriminalisasi kepada orang-orang Papua yang menyuarakan dan memperjuangkan hak-haknya dan kesewenang-wenangan penegakan hukum yang seperti ini berpotensi terjadi kepada siapapun yang berhadapangan dengan hukum.
Untuk itu, Tim Advokasi Papua mendesak :
1. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang nantinya akan memeriksa pokok perkara yang dituduhkan terhadap Ruland & Kevin terkait pengeroyokan serta perampasan barang untuk dapat memeriksa perkara itu dengan objektif dan sebenarnya-benarnya serta mempertimbangan berbagai bukti yang diajukan;
2. Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial agar lebih aktif mengawasi dan membina hakim-hakim di bawahnya dalam menangani perkara, terutama perkara-perkara yang berkaitan dengan tendensi pemenjaraan terhadap ekpresi yang sah oleh warga negara sebagai bagian dari hak asasi manusia dan demokrasi.
3. Kepolisian Daerah Metro Jaya untuk menghentikan tindakan kriminalisasi yang membungkam aspirasi mahasiswa Papua.
Sumber: KontraS