JAKARTA, JAGAMELANESIA.COM – Otsus Papua memiliki empat tujuan utama yang tercantum dalam UU Nomor 21 tahun 2001 Jo UU 35/2008. Keempat tujuan tersebut antara lain (1) Meningkatkan taraf hidup masyarakat OAP; (2) Mewujudkan keadilan dalam hal pemerataan dan percepatan pembangunan; (3) Penghormatan hak-hak dasar Masyarakat Asli Papua (OAP); (4) Penerapan tata kelola pemerintahan yang baik.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) RI, Tito Karnavian memaparkan sejumlah catatan penting atas ketercapaian tujuan Otsus Papua tersebut yang disampaikan dalam Rapat Kerja bersama DPR RI terkait Penjelasan Pemerintah Mengenai RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Raker tersebut diselenggarakan pada Kamis (8/4) di Jakarta.
Catatan penting Mendagri RI termasuk dalam rangka memaparkan evaluasi terhadap ketercapaian tujuan Otsus Papua dibahas secara terperinci pada setiap tujuan Otsus sebagaimana tercantum dalam UU Tersebut.
Pada tujuan pertama, ‘Meningkatkan taraf hidup masyarakat OAP’, Mendagri RI menjelaskan bahwa pengelolaan sumber daya alam yang ada di Papua dinilai belum optimal dan berkelanjutan. Selain itu, pemanfaatan hasil kekayaan alam belum berdampak signifikan terhadap upaya mengurangi kesenjangan dengan provinsi lainnya.
“Melalui pengelolaan dan pemanfaatan hasil kekayaan alam dinilai belum digunakan secara optimal dan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat Papua, serta pengurangan kesenjangan dengan Provinsi lainnya,” bunyi paparan Mendagri.
Pada poin tersebut, Mendagri RI merujuk pada Capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Papua dan Papua Barat yang masih berada di bawah rata-rata nasional. IPM Papua tercatat sebesar 60,84 dan Papua Barat tercatat sebesar 64,7 sedangkan IPM rata-rata nasional adalah 71,92. Realita IPM kedua provinsi tersebut menunjukkan belum meratanya pembangunan di wilayah Papua baik kabupaten maupun kota terutama pada daerah Pegunungan Papua.
Kemudian pada tujuan kedua, ‘Keadilan dalam hal pemerataan dan percepatan pembangunan’, catatan Mendagri menyebutkan bahwa belum adanya pemerataan pembagian sumber daya alam yang dihasilkan dan realita kondisi geografis yang sangat berat dilalui.
“Belum meratanya Pembagian sumber daya alam yang dihasilkan baik dalam satu di Wilayah Papua maupun dalam tingkat Nasional. Sebagai contoh DBH Migas hanya di Papua Barat (diatur UU 21/2001), sedangkan untuk Papua terdapat SDA (tambang) namun tidak diatur secara spesifik di UU 21/2001. Selain itu, kondisi geografis yang demikian berat (ditandai dengan Indeks Kemahalan Konstruksi yang sangat tinggi), utamanya daerah pegunungan, menyebabkan high cost ekonomi (rentang kendali pembangunan),” jelasnya.
Sementara itu, terdapat dua poin paparan Mendagri RI yang menyoroti tentang tujuan ketiga Otsus Papua yaitu terkait dengan ‘Penghormatan hak-hak dasar Masyarakat Asli Papua (OAP)’. Kedua poin tersebut antara lain (1) Belum terealisasinya Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang bertentangan dengan putusan MK yang mencabut KKR. (2) Banyak Perdasi/Perdasus yang belum disusun.
“(1) Belum terbentuknya Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (Psl 45) yang berbenturan/bertentangan dengan Pts MK 006/PUUIV/2006 telah dicabutnya UU 27/2004 Ttg KKR 2. (2) Masih banyak Perdasi/Perdasus yang belum disusun dan diimplementasikan, contohnya: di Provinsi Papua Barat belum disusun Perdasi pembentukan Komisi Hukum Ad Hoc (Psl 32), sedangkan di Prov. Papua telah ada Perdasi No. 16/2013 tentang Komisi Hukum Ad Hoc namun belum diimplementasikan,” jelasnya.
Pada tujuan Otsus keempat yang berbunyi ‘Penerapan tata kelola pemerintahan yang baik’, Mendagri RI menyebutkan empat poin evaluasi antara lain terkait dengan SDM aparatur pemerintahan, realisasi fungsi Binwas, persoalan pelayanan publik dan adanya gangguan keamanan di Papua.
“Pertama, Distribusi SDM Aparatur belum sesuai, Merit sistem belum benar-benar diterapkan, dan Rendahnya kapasitas dan integritas SDM Aparatur. Kedua, Belum optimalnya binwas umum dan binwas teknis oleh Pemerintah Pusat, Lemahnya Binwas Provinsi terhadap Kab/Kota. Keempat, Pelayanan Publik, adanya disparitas akses terhadap pelayanan dasar. Keempat, Gangguan Keamanan,” terangnya.
Penjabaran catatan dan evaluasi tersebut menurut Mendagri RI perlu menjadi hal-hal yang diperhatikan dalam pembahasan RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 21 tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi Provinsi Papua. (UWR)