BerandaLingkunganBerlahan PT. Harita Grup, Menjalankan Misi Genosida Terhadap Masyarakat Obi

Berlahan PT. Harita Grup, Menjalankan Misi Genosida Terhadap Masyarakat Obi

Labuha – PT. Trimega Bangun Persada (PT. TBP) beroperasi di Desa Kawasi, Kecamatan Obi, Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), sejak tahun 2020. Kawasan Industri di Desa Kawasi, ini  ditetapkan Pemerintah Pusat sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN), berdasarkan peraturan presiden Nomor: 109 tahun 2020.

Diketahui diarea PSN ini juga terdapat sejumlah perusahan yang berafiliasi dengan Harita Grup, diantaranya PT. Gane Sentosa, PT. HJF, PT. Mega Surya Pertiwi, PT. Halmahera Persada Lygend serta PT. TBP itu sendiri.

M. Kasim Faisal, S.Pd, M.Pd, akademisi Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Khairat Labuha, kepada media ini Minggu (18/5), menyampaikan bahwa Desa Kawasi dengan luasan wilayah kurang lebih 286 Kilo Meter, yang dihuni lebih dari 1.118 jiwa penduduk, dimana kehidupan sosial ekonomi mereka memiliki ketergantungan pada hasil pertanian dan perikanan.

“Namun saat ini hasil pertanian dan perikanan yang menjadi penunjang ekonomi masyarakat sekitar telah terkikis habis, akibat dari operasi pertambangan yang dilakukan oleh perusahan diseputaran Desa Kawasi,” pungkas Acim sapaan akrab M. Kasim Faisal, S.Pd, M.Pd.

Lanjut Kasim, pencaplokan lahan warga diseputaran Desa Kawasi ini diduga dilakukan dengan tindak kekerasan, terutama warga yang enggan memberikan lahannya, ini di intimidasi dan digusur secara paksa.

“Hal ini berdasarkan informasi yang kami terima langsung dari sumber yang otentik dan atau terpercaya, dimana sumber tersebut enggan dipublis namanya,” ujar Acim.

Acim, menambahkan sampai saat ini, pencemaran lingkungan terus terjadi, dimana polusi udara dan debu hasil penambangan menjadi sumber penyakit terhadap warga sekitar, selain itu limba perusahan juga telah mencemari air laut hingga menimbulkan kerusakan pada biota laut.

“Sementara itu sumber air bersih disejumlah titik seperti air cermin, sungai Loji dan sungai Ake Lamo yang merupakan sungai terbesar di pulau Obi, pun diketahui telah tercemari limbah perusahan, sehingga masyarakat sekitar kesulitan memperoleh air bersih untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” beber Acim.

Acim, menegaskan bahwa problem ini telah mencerminkan buruknya pengelolaan manajemen pertambangan, serta lemahnya sistem pengawasan Pemerintah baik Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten, khusunya Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan, sehingga masyarakat menjadi korban keserakahan para elit penguasa dan pengusaha.

Menurut Acim, kondisi seperti ini jika dikaitkan dengan hasil uji sampel yang dilansir oleh, The Guardian, pada beberapa tahun lalu yang menjelaskan terkait tingginya tingkat kontaminasi zat karsinogenik Cr6 sebesar 60 bagian per miliar. Dimana Cr6 ini dapat merusak kesehatan manusia seperti kerusakan hati, masalah reproduksi dan gangguan perkembangan tubuh saat tertelan atau menghirup Cr6 tersebut.

“Selain itu, sampel yang diambil dari titik hilir salah satu sungai yakni sungai Toduku, yang mana kadar nikelnya mencapai 0.056 mg/ltr, angka tersebut sudah melewati ambang batas 0.05 mg/ltr sesuai dengan KLHK Nomor: 6 tahun 2009 dan ini sangat merugikan ekosistem manusia dan lingkungan,” terang Acim.

Tercatat pada tahun 2021-2022 kata Acim, masyarakat sekitar area pertambangan khususnya Kawasi, terkena penyakit ISPA baik dari bayi, balita hingga lansia, dimana ini diduga dampak dari aktivitas pertambangan dimaksud.

“Berdasarkan catatan yang kami miliki bahwa peningkatan penyakit ISPA, ini diduga karena aktivitas PLTU Batubara milik perusahan, yang berfungsi untuk peleburan biji nikel yang berteknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) yang menghasilkan ferronikel 10-12% dengan kapasitas 240.000 ton pertahun,” jelas Acim.

Lebih lanjut Acim, menjelaskan bahwa masyarakat sekitar Kawasi semakin terancam dengan aktivitas pertambangan, dengan adanya penandatanganan surat perluasan area kawasan industri, yang dilakukan oleh Direktur Utama PT. TBP, yang tercatat didalamnya kurang lebih 14.858, 29 Hektar.

“Surat perluasan area kawasan industri yang ditandatangani Direktur Utama PT. TBP ini, didalamnya terdiri atas hutan produksi 9.839,04 hektar, HPK 4.058,45 hektar, APL 601 hektar dan bubuh air 395,29 hektar,” sebut Acim.

Acim, mengatakan dari area tersebut untuk kepentingan fasilitas pabrik dan sarana lainya, termasuk pembangunan DAM atau bendungan limbah tailing di laut atau Deep Sea Tailing Placement.
Sehingga dari pencakupan kegiatan PT. Harita Grup, di pulau Obi ini merupakan bentuk dari sebuah kejahatan kemanusiaan yang patut untuk diselidiki.

“Efek dari operasi pertambangan di pulau Obi tersebut telah menggilas habis peradaban manusia baik dari sisi ekonomi, sosial budaya dan nilai-nilai luhur yang sampai saat ini tidak lagi membekas,” tegas Acim.

“Olehnya itu kami meminta agar Pemerintah Provinsi maupun pemerintah Kabupaten Halsel, agar segera mengambil andil guna mencegah pencemaran lingkungan yang terjadi di pulau Obi saat ini, sebelum terjadinya ancaman Genosida terhadap masyarakat dikemudian hari,” tutup Acim.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru