PAPUA BARAT, JAGAMELANESIA.COM – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, optimistis bahwa perusahaan minyak dan gas bumi (migas) di sekitar wilayah Teluk Bintuni berkontribusi dalam memperkuat ketahanan energi nasional. Hal ini disampaikannya saat meninjau fasilitas LNG Tangguh di Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat, Rabu (11/6).
“Kita tahu bahwa sepertiga dari total produksi gas di Indonesia disuplai dari LNG Tangguh dan oleh karena itu kita harus jaga terus lifting dan stabilitasnya,” kata Bahlil dilansir dari laman resmi Kementerian ESDM.
Sejak Oktober 2023, beroperasinya Train 3 telah meningkatkan kapasitas tahunan kilang Tangguh menjadi 11,4 juta ton LNG, atau setara dengan 180 standar kargo.
Selain LNG Tangguh, Bahlil menyoroti perkembangan perusahaan migas Genting Oil Kasuri. Ia menjelaskan bahwa pada 2027 nanti perusahaan ini diperkirakan mampu memproduksi sekitar 300 Million Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD), sebuah angka signifikan untuk mengantisipasi defisit pasokan gas nasional.
“Di Genting Oil Kasuri, dari 5 sumur yang sudah dibuka, 4 di antaranya sudah 100% selesai, sisanya lagi ongoing 30%. Kemudian untuk camp-nya, progress sudah mencapai 20-22%,” ujarnya.
Kendati demikian, terdapat satu Wilayah Kerja (WK) migas yang belum berkembang, yaitu Mogoi. Berdasarkan pemantauan udara, WK milik Pertamina ini masih terkendala kerjasama dengan pihak pengelola saat ini.
“Mogoi ini punya Pertamina tapi kerja sama dengan pengusahanya yang tidak selesai-selesai sampai sekarang. Jadi ini akan dicabut, diambil alih karena di situ kita akan cepat memproduksi minimal mendapat 40 MMSCFD dan itu bisa kita lakukan kurang lebih satu tahun konstruksi,” jelas Bahlil.
Tidak hanya gas, peningkatan produksi minyak bumi juga menjadi fokus untuk mencapai ketahanan energi. Bahlil menyebut bahwa akan ada tambahan produksi nasional sebesar 30 ribu barel per hari.
“Program untuk ketahanan energi kita ini bukan hanya sekedar tema-tema, tapi insyaallah kita akan melakukan dengan baik, dan nanti Bapak Presiden Prabowo yang akan meresmikan ada penambahan minyak kita 30 ribu barrel per day di Cepu. Insyaallah di tahun 2025 ini target APBN terhadap lifting minyak maupun lifting gas akan tercapai,” ujar Bahlil.
Selain itu, Bahlil Lahadalia juga menekankan pentingnya pelibatan kontraktor lokal dalam pelaksanaan proyek energi di Papua Barat. Hal ini disampaikan saat kunjungannya ke Lapangan Gas Genting Oil Kasuri di Kabupaten Teluk Bintuni, Rabu (11/6), dalam rangka memantau perkembangan PSN Asap Kido Merah (AKM) di Blok Kasuri.
Dalam dialog dengan jajaran pelaksana proyek, Menteri Bahlil menyampaikan bahwa pembangunan proyek strategis seperti AKM harus membawa manfaat yang luas, termasuk bagi pelaku usaha lokal.
“Kalau bisa pengusahanya jangan hanya satu bendera ya. Berbagi dengan yang lain, agar tidak ada kecemburuan,” ujar Bahlil.
Ia juga mengingatkan agar perusahaan pelaksana tidak hanya mengandalkan mitra kerja dari Jakarta, namun turut memberi ruang bagi kontraktor dan tenaga kerja dari Papua dan daerah sekitar proyek.
“Jangan semua dari Jakarta terus. Libatkan pengusaha lokal, beri mereka kesempatan untuk bertumbuh. Ini tanah mereka juga,” tegasnya.
Proyek AKM sendiri dikelola oleh Genting Oil Kasuri Pte Ltd (GOKPL) dengan target produksi mencapai 300 Million Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD) atau 300 juta standar kaki kubik per hari mulai tahun 2027. Proyek ini diharapkan menjadi salah satu penopang pasokan gas nasional di tengah potensi defisit energi.
Bahlil menyampaikan bahwa progres pengembangan lapangan gas sudah menunjukkan kemajuan signifikan. Empat dari lima sumur yang dibuka telah rampung 100 persen, sementara satu sumur lainnya masih dalam tahap penyelesaian.
Selain itu, Genting Group melalui PT Layar Nusantara Gas juga sedang membangun fasilitas Floating LNG (FLNG) berkapasitas 1,2 juta ton per tahun di Shanghai, Tiongkok. FLNG ini akan menjadi yang pertama di Indonesia dan kesembilan di dunia, dengan progres konstruksi mencapai 55,3 persen.
Sebagai informasi, proyek AKM telah ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional sejak November 2023. Dengan nilai investasi sebesar USD 3,37 miliar, proyek ini diperkirakan akan memberikan tambahan penerimaan negara hingga USD 2,01 miliar, serta menyerap lebih dari 1.500 tenaga kerja saat konstruksi dan 200 tenaga kerja saat operasional, dengan komitmen 80 persen berasal dari Orang Asli Papua.