BINTUNI, JAGAMELANESIA.COM – Masyarakat adat suku besar Kuriwamesa melayangkan surat kepada kepala kantor Unit Pelabuhan kelas III Wasior kabupaten Teluk Wondama, Rabu (29/5/2024). Surat ini memuat permohonan masyarakat perihal penundaan izin pemuatan dan berlayar sementara waktu terhadap tugboat dan tongkang milim PT Wijaya Sentosa.
Melalui surat itu, disebutkan bahwa permohonan ini disampaikan masih adanya permasalahan yang belum diselesaikan antara masyarakat adat Kuriwamesa yang berada di areal penebangan kayu PT Wijaya Sentosa dengan pihak perusahaan.
“Dikarenakan masih ada permasalahan di tahun sebelumnya yang belum diselesaikan berdasarkan perintah SK Gubernur dan kebijakan Direktur PT Wijaya Sentosa, yang menyikapi realisasi pembayaran permohonan masyarakat adat terhadap tuntutan kerugian dan kelalaian yang diakibatkan oleh operasi penebangan kayu pada areal wilayah adat kami,” bunyi penggalan surat tersebut.
“Kami mohon sudilah kiranya ada kerjasama yang baik lintas kedinasan dalam menyikapi permasalahan kami. Maka kami mohon kepada kepala kantor Unit Pelabuhan Kelas III Wasior Kabupaten Teluk Wondama untuk tidak mengeluarkan surat izin layar dan muat untuk sementara waktu hingga permasalahan ini dapat diselesaikan atas dasar musyawarah dan mufakat,” sambungnya.
Masyarakat adat berharap musyawarah dan mufakat nantinya memberikan hasil yang adil dan tidak merugikan pihak manapun. Adapun surat ini ditandatangani oleh Alex Sander Werbete selaku Petuanan Marga Besar Werbete Kampung, Obet Yoweni dari pemerintah Distrik Kuri Wamesa, unsur pemuda adat Maikel Werbete dan Septer Koke selaku Kepala Suku Kuri yang merupakan masyarakat adat pemilik hak wilayat suku besar Kuriwamesa Kabupaten teluk Bintuni dan Kabupaten Teluk Wondama.
“Tujuan surat ini agar segala permasalahan yang terjadi dalam produksi kayu di PT Wijaya Sentosa kepada masyarakat adat dapat diselesaikan sebagaimana keinginan masyarakat adat yang terkesan lambat direspon baik oleh pihak perusahaan. Dalam temu wicara antara perusahaan dan masyarakat adat, maupun dalam upaya harmonisasi, segala bentuk usulan dan saran mastarakat adat terkesan diabaikan,” ujar Maikel Werbete.
“Dalam via kontak kami dengan bapak Samori di kantor menyampaikan ia telah menerima surat yang dibawa oleh bapak Kurube dan ia menerima baik surat tersebut. Samori memberikan saran dengan diterimanya surat ini ia akan juga berkoordinasi dengan pihak perusahaan agar segera menyelesaikan permasalahaannya agar semua dapat berjalan baik,” sambungnya.
Selain itu, komunikasi masyarakat berlanjut kepada Ketua MRPB Papua Barat, untuk menyampaikan agar segera memfasilitasi tetua adat dan tokoh pemuda yang saat ini berada di Manokwari agar bersama MRPB dan perusahan serta pemerintah dapat melakukan pertemuan sesegera mungkin dalam menyikapi permasalahan ini.
“Jangan dibiarkan berlarut-larut karena disana hutan adat sudah rusak, tempat bermainnya satwa hilang, terjadi erosi dan lainnya. Hal ini disambut baik oleh Ketua MRPB yang memandang bahwa hutan harus dijaga dengan baik, karena berkaitan dengan kehidupan satwa, kelestarian lingkungan dan hak serta keberlangsungan kehidupan masyarakat adat,” pungkasnya. (MW)