BerandaHukumPerwira TNI Kasus Mutilasi di Mimika Divonis Seumur Hidup-PTDH, Begini Kata Komnas...

Perwira TNI Kasus Mutilasi di Mimika Divonis Seumur Hidup-PTDH, Begini Kata Komnas HAM Hingga Keluarga Korban

PAPUA, JAGAMELANESIA.COM – Salah seorang terdakwa kasus pembunuhan disertai mutilasi empat warga sipil di Mimika yakni Mayor Inf Helmanto Fransiskus Dakhi alias HFD divonis hukuman penjara seumur hidup. Selain itu, Mayor HFD juga dipecat yakni Pemberhentian Tidak Dengan Hormat atau PTDH.

HFD adalah satu dari enam anggota TNI terdakwa dalam kasus mutilasi empat warga sipil di yang terjadi pada 22 Agustus 2022 lalu. Sedangkan kelima lainnya adalah Kapten Inf DK, Praka PR, Pratu RAS, Pratu RPC dan Pratu R. Adapun putusan tersebut dibacakan oleh Hakim Ketua Kolonel Chk Sultan di Pengadilan Militer III-19, Jayapura, Papua pada Selasa (24/1/2023).

“Terdakwa terbukti bersalah dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, ditambah pemberhentian dari dinas militer,” ujar Kolonel Sultan didampingi Hakim Anggota I Kolonel Chk Agus Husin, dan Hakim Anggota II Kolonel Chk Prastiti Siswayani.

Mayor HFD dinyatakan melakukan pembunuhan berencana sebagaimana diatur dalam Pasal 340 jo Pasal 55 ayat (1) KUHP dan tindak pidana tidak melaporkan ke atasan sebagaimana diatur dalam Pasal 121 ayat (1) KUHPM. Hal lain yang memberatkan terdakwa adalah karena dia pernah terbukti bersalah dalam kasus asusila.

Menanggapi vonis hakim tersebut, Komnas HAM RI menyatakan mendukung dan menilai putusan yang dibacakan di Pengadilan Militer III/19 Jayapura pada 24 Januari 2023 cukup memberikan rasa keadilan bagi keluarga korban.

“Putusan tersebut mencerminkan adanya pertimbangan Majelis Hakim pada fakta-fakta peristiwa, fakta-fakta persidangan, konstruksi hukum, nilai-nilai dan prinsip HAM, serta kondisi psikologis keluarga korban, maupun kondisi sosiologis masyarakat Nduga khususnya serta masyarakat Papua pada umumnya,” kata Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro, Rabu (25/1/2023).

Atnike menuturkan, putusan ini juga menjawab harapan publik terkait penegakan keadilan hukum di Tanah Papua. Ia meyakini putusan hakim ketua atas terdakwa kasus mutilasi tersebut dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap peradilan militer.

“Komnas HAM berharap putusan ini dapat menjadi sinyal langkah maju dalam penegakan hukum dan hak asasi manusia di Papua,” kata Atnike.

Lebih lanjut, Atnike mengatakan, Komnas HAM mendukung keputusan dan lengkah Panglima TNI yang memindahkan proses persidangan dari semula direncanakan digelar di Makassar, namun akhirnya dilakukan di Jayapura. Menurutnya, hal itu juga sejalan dengan tuntutan keluarga korban yang menginginkan agar terdakwa dapat diadili di Tanah Papua.

“Sehingga memudahkan pihak keluarga korban selaku pencari keadilan (justiciabelen) untuk memantau sekaligus mengawasi jalannya proses persidangan,” ucapnya.

Sementara itu, salah satu keluarga korban Aptoro Lokbere yang merupakan kakak Arnold Lokbere menyatakan bersyukur atas putusan majelis hakim yang dinilainya sudah menjawab apa yang diinginkan keluarga. Meskipun begitu, keluarganya sempat tidak terima saat Oditur Militer Tinggi Makassar Letnan Kolonel Chk Eri menuntut HFD dengan hukuman pidana 4 tahun penjara.

“Majelis Hakim [memutus perkara itu] seperti yang kami inginkan. Hukuman seumur hidup sudah tepat, dengan apa yang terdakwa lakukan kepada anggota keluarga kami,” kata Lokbere di Kota Jayapura, dikutip dari Jubi, Selasa (24/1/2023).

Menurut Aptoro, meskipun HFD tidak dijatuhi vonis hukuman mati, pihaknya menilai putusan itu sudah melihat berbagai aspek, seperti psikologis keluarga korban, dan lainnya.

“Atas nama keluarga korban, saya sampaikan terima kasih kepada Majelis Hakim yang sudah memberikan hukuman sesuai dengan apa kami keluarga inginkan,” ujarnya.

Selain Aptoro Lokbere, pihak keluarga korban dan massa turut mengawal jalannya sidang lanjutan terdakwa HFD. Sejumlah spanduk dibentangkan dengan bertuliskan tuntutan pihak keluarga korban yang menginginkan terdakwa dijatuhi hukuman mati.

Salah seorang perwakilan keluarga menyampaikan pihaknya menganggap HFD merupakan bagian dari kasus pembunuhan berencana disertai mutilasi itu. Kejadian itu adalah kejahatan kemanusiaan yang terencana dan terstruktur sehingga pantas dijatuhi hukuman mati. Selain itu, hal yang menyakitkan bagi pihak keluarga lantaran hanya dapat melakukan kremasi hanya sedikit dari bagian tubuh korban dan tidak mengetahui bagian lainnya. (UWR)

Sebelumnya, Polisi mengungkap adanya kasus mutilasi empat warga berinisial LN, AL, AT dan IN yang terjadi di Kabupaten Mimika, pada 22 Agustus 2022.

Modus kejahatannya adalah, para pelaku berpura-pura menjual senjata api dan ketika para korban datang dengan membawa uang Rp 250 juta, mereka dibunuh dan dimutilasi.

Keempat jenazah yang dimasukan dalam enam karung dibuang oleh para pelaku di Sungai Kampung Pigapu, Distrik Iwaka. Atas kasus ini ada enam anggota TNI yang ditetapkan tersangka, yakni Mayor Inf HF, Kapten Inf DK, Praka PR, Pratu RAS, Pratu RPC dan Pratu R.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru