JAKARTA, JAGAMELANESIA.COM – Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang merupakan Ketua Tim Pengarah Tim Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat Masa Lalu (Tim PPHAM) menyampaikan laporan analisis PPHAM kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam konferensi pers yang disiarkan langsung dari kanal YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (11/1/2023).
Dalam laporan analisis tersebut, Tim PPHAM menyebutkan tiga pola faktor penyebab terjadinya pelanggaran HAM berat antara lain tindakan aktif aktor negara (state actor by commission), tindakan pengabaian aktor negara (state actor by omission) dan tindakan saling pengaruh antara keduanya.
Melansir dari CNN, Jumat (13/1), menurut Tim PPHAM, faktor penyebab pelanggaran HAM berat itu didasari oleh berbagai faktor yang berkaitan dan bukan disebabkan oleh faktor tunggal.
“Pertemuan antara faktor kesadaran ideologis dan kepentingan material bisa menjadi penyebab pelanggaran HAM yang berat. Dua hal itu mewujud dalam kekuasaan dan persoalan kongkrit kehidupan yang terkait dengan ekonomi, politik, dan sosial,” dikutip Jumat (13/1/2023).
“Tindakan negara itu, dalam temuan lapangan, menjadi penyebab jatuhnya korban,” mengutip laporan ringkasan eksekutif PPHAM.
Lebih lanjut, Tim PPHAM mengelompokkan tindakan tersebut ke dalam dua kategori. Pertama, tindakan negara yang secara normatif merupakan bagian dari tindakan pelanggaran HAM yang berat.
“Tindakannya antara lain pembunuhan, penyiksaan, penculikan atau penghilangan orang secara paksa, pengusiran, penganiayaan dan/atau kekerasan, serta perkosaan dan kekerasan seksual lainnya,” mengutip laporan ringkasan eksekutif PPHAM.
Kedua, tindakan lainnya yang meneguhkan terjadinya pelanggaran HAM yang berat, antara lain pengambilalihan properti secara paksa, kerja paksa, penjarahan, perusakan, dan pembakaran properti (rumah, maupun rumah ibadah).
“Penghilangan status kewarganegaraan, pengancaman, pemberian stigma dan diskriminasi sistematis, serta penghilangan hak-hak sipil politik dan sosial-ekonomi.”
Tim PPHAM juga mengelompokkan korban pelanggaran HAM berat ke dalam tiga kategori, antara lain (1) korban langsung (2) korban tidak langsung dan (3) korban yang tidak teridentifikasi (unidentified victims).
Selain itu, Tim PPHAM juga menyampaikan 11 rekomendasi kepada Presiden Joko Widodo terkait penyelesaian HAM berat. Adapun kesebelas rekomendasi lengkap Tim PPHAM yaitu:
1. Menyampaikan pengakuan dan penyesalan atas terjadinya pelanggaran HAM yang berat masa lalu.
2. Melakukan tindakan penyusunan ulang sejarah dan rumusan peristiwa sebagai narasi sejarah versi resmi negara yang berimbang seraya mempertimbangkan hak-hak asasi pihak-pihak yang telah menjadi korban peristiwa.
3. Memulihkan hak-hak para korban atas peristiwa pelanggaran HAM yang berat lainnya yang tidak masuk dalam cakupan mandat Tim PPHAM.
4. Melakukan pendataan kembali korban.
5. Memulihkan hak korban dalam dua kategori, yakni hak konstitusional sebagai korban; dan hak-hak sebagai warga negara.
6. Memperkuat penunaian kewajiban negara terhadap pemulihan korban secara spesifik pada satu sisi dan penguatan kohesi bangsa secara lebih luas pada sisi lainnya. Perlu dilakukan pembangunan upaya-upaya alternatif harmonisasi bangsa yang bersifat kultural.
7. Melakukan resosialisasi korban dengan masyarakat secara lebih luas.
8. Membuat kebijakan negara untuk menjamin ketidakberulangan peristiwa pelanggaran HAM yang berat melalui:
a. Kampanye kesadaran publik.
b. Pendampingan masyarakat dengan terus mendorong upaya untuk sadar HAM, sekaligus untuk memperlihatkan kehadiran negara dalam upaya pendampingan korban HAM.
c. Peningkatan partisipasi aktif masyarakat dalam upaya bersama untuk mengarusutamakan prinsip HAM dalam kehidupan sehari-hari.
d. Membuat kebijakan reformasi struktural dan kultural di TNI/Polri.
9. Membangun memorabilia yang berbasis pada dokumen sejarah yang memadai serta bersifat peringatan agar kejadian serupa tidak akan terjadi lagi di masa depan.
10. Melakukan upaya pelembagaan dan instrumentasi HAM. Upaya ini meliputi ratifikasi beberapa instrumen hak asasi manusia internasional, amandemen peraturan perundang-undangan, dan pengesahan undang-undang baru.
11. Membangun mekanisme untuk menjalankan dan mengawasi berjalannya rekomendasi yang disampaikan oleh Tim PPHAM.
Dari 11 rekomendasi itu, satu diantaranya telah dijalankan oleh Presiden Jokowi, yakni pengakuan dan penyesalan terkait pelanggaran HAM berat di Indonesia. Jokowi mengatakan, dirinya sangat menyesalkan terjadinya 12 peristiwa pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang terjadi dari Aceh hingga Papua dalam kurun waktu mulai tahun 1965.
“Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran HAM yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa. Dan saya sangat menyesalkan terjadinya peristiwa pelanggaran HAM yang berat,” ungkap Jokowi, Rabu (11/1/2023).
“Saya menaruh simpati dan empati yang mendalam kepada para korban dan keluarga korban. Oleh karena itu, yang pertama, saya dan pemerintah berusaha untuk memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian yudisial,” kata Jokowi.
Selain itu, Jokowi juga berjanji akan berupaya maksimal agar kejadian pelanggaran HAM berat tidak terulang kembali di masa depan. Ia pun meminta Menko Polhukam Mahfud MD untuk mengawal upaya pemerintah tersebut agar terlaksana dengan baik ke depan.
“Yang kedua, saya dan pemerintah berupaya sungguh-sungguh agar pelanggaran HAM yang berat tidak akan terjadi lagi di Indonesia pada masa yang akan datang. Semoga upaya ini menjadi langkah yang berarti bagi pemulihan luka sesama anak bangsa guna memperkuat kerukunan nasional kita dalam negara kesatuan Republik Indonesia,” ucap Jokowi.
Menko Polhukam jelaskan skema pemulihan hak korban
Menindaklanjuti arahan Presiden tersebut, Menko Polhukam Mahfud MD menjelaskan skema pemerintah untuk melakukan pemulihan hak korban peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu.
“Kalau ditanya skema pemulihan (hak, red) korban, dilakukan oleh pemerintah dengan menggunakan yudisial ini, itu tentu saya katakan yang yudisial itu tugas aparat tertentu yaitu Komnas HAM dan Kejaksaan. Tapi Undang-undang juga sudah membagi untuk pelanggaran HAM yang terjadi sebelum tahun 2000 itu nanti DPR yang memutuskan dan meminta kepada presiden untuk melakukan pengadilan HAM ad hoc masa lalu itu bisa. Tetapi ketika pemerintah diminta oleh DPR untuk DPR memanggil dulu menunjukkan bukti-bukti yang bisa diambil oleh pemerintah,” kata Mahfud melalui rekaman video kepada wartawan, Kamis (12/1/2023).
“Pemerintah sekarang menyiapkan langkah pemulihan lain yang diberikan kepada korban maupun keluarga korban pelanggaran HAM berat masa lalu. Misalnya ada beberapa yang sudah direkomendasikan oleh tim PPHAM untuk dilakukan di tempat tertentu dan pada korban tertentu dalam bentuk tertentu. Misalnya bantuan peningkatan ekonomi, jaminan kesehatan, jaminan hari tua, pembangunan memorial, penerbitan dokumen kependudukan,” sambungnya.
Menurut Mahfud, persoalan dokumen kependudukan yang tidak kunjung diselesaikan juga merupakan masalah yang harus segera diselesaikan terkait pemulihan hak korban tersebut. Ia menyebut, penyerahan bantuan akan diprogramkan secara khusus sebagai bentuk perhatian khusus negara kepada para korban pelanggaran HAM berat.
“Ini khusus, jadi nanti akan diprogramkan secara khusus by name by address kalau yang itu kan terbuka untuk umum beasiswa bersaing dapat semua, boleh. Jaminan kesehatan ikut BPJS kesehatan, nanti yang ini khusus yang korban-korban ini karena sudah tercatat yang ditemukan PPHAM. Jadi ada perlakuan khusus sehingga betul betul itu perhatian khusus dari negara terhadap korban-korban pelanggaran HAM berat,” ujarnya. (UWR)