BerandaHukumKomnas HAM Duga Mutilasi di Mimika Bukan Pertama Kali, Begini Penjelasannya

Komnas HAM Duga Mutilasi di Mimika Bukan Pertama Kali, Begini Penjelasannya

JAKARTA, JAGAMELANESIA.COM – Komnas HAM menyampaikan sejumlah keterangan terkait kasus pembunuhan disertai mutilasi di Mimika, Papua. Dari hasil pemantauan dan penyelidikan yang dilakukan, Komnas HAM menduga aksi mutilasi yang melibatkan prajurit TNI dan warga sipil itu bukan pertama kali dilakukan.

“Diduga bahwa tindakan yang dilakukan para pelaku bukan yang pertama,” kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (20/9/2022).

Anam mengatakan, hal itu didasarkan pada karakter dan sikap para pelaku terutama saat menjalani pemeriksaan. Komnas HAM diketahui telah memeriksa para terduga pelaku, 19 saksi, pemeriksaan lokasi dan mengikuti langsung proses rekonstruksi kejadian.

“Itu biasanya menunjukkan karakter pelaku yang sudah punya pengalaman terhadap tindakan mutilasi sebelumnya. Saat kita memeriksa pelakunya mimik mukanya itu datar begitu. Dua-duanya itu TNI maupun sipil mimiknya datar,” ujarnya.

“Harus ditanya berkali-kali baru ngomong menyesal. Itu yang paling menakutkan,” lanjut Anam.

Berkaitan dengan itu, Komnas HAM juga mendorong aparat penegak hukum untuk memeriksa ponsel masing-masing pelaku. Hal itu untuk memeriksa apakah ada potensi pelaku melakukan tindakan serupa sebelumnya.

“Oleh karenanya memang kami mendorong dibukanya komunikasi HP. Didalami apakah memang ada potensi bahwa pelaku ini pernah melakukan tindakan yang sama di peristiwa yang berbeda,” jelasnya.

Selain itu, Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengungkapkan adanya temuan obstruction of justice yakni upaya menghilangkan barang bukti atau menghalangi penyidikan oleh para terduga pelaku.

“Komunikasi antarpelaku setelah peristiwa dan juga adanya berbagai upaya obstruction of justice. Jadi ini ada upaya obstruction of justice untuk menghilangkan barang bukti,” kata Beka.

Melanjutkan keterangannya, Choirul Anam menyebutkan upaya obstruction of justice itu berupa penghapusan jejak komunikasi antarpelaku di ponsel. Menurutnya, tindakan itu dilakukan setelah terjadinya aksi mutilasi.

“Kalau obstruction of justice itu kan biasanya terjadi setelah peristiwa ya kan, terus untuk menutupi peristiwa bukan bagian dari peristiwa itu sendiri. Nah, mutilasi itu bagian dari peristiwanya itu sendiri. Kalau menghapus komunikasi itu kan setelah peristiwa setelah ini naik terus ada penghapusan komunikasi itu,” jelas Anam.

Lebih lanjut, Komnas HAM menyatakan bahwa perencanaan pembunuhan dan mutilasi telah dilakukan beberapa kali. Pelaku juga sempat menunda aksi itu lantaran ada perubahan waktu pertemuan dengan korban. Proses hukum terhadap para terduga pelaku kini terus berlanjut untuk mengungkap fakta kejadian. (UWR)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru