BerandaHukumDukung Luhut Audit Seluruh Perusahaan Sawit, Serikat Petani: Papua Barat Contoh Baik...

Dukung Luhut Audit Seluruh Perusahaan Sawit, Serikat Petani: Papua Barat Contoh Baik untuk Nasional

JAKARTA, JAGAMELANESIA.COM – Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan berencana melakukan audit seluruh perusahaan di industri perkebunan kelapa sawit.

Langkah pemerintah ini mendapat dukungan dari Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS). Sekretaris Jendral SPKS Mansuetus Darto mengatakan langkah audit yang akan dilakukan Menko Marves seharusnya tidak saja berfokus pada persoalan perizinan. Tetapi juga mencakup semua permasalahan laten yang ada di lapangan saat ini dari hulu hingga ke hilir.

Darto mengatakan, pembenahan tata kelola industri perkebunan sawit di tanah air tidak berhenti pada persoalan legalitas saja seperti perizinan, HGU dan plasma. Industri sawit nasional juga harus memperhatikan persoalan yang menyangkut keberlanjutan pada aspek lingkungan, masalah deforestasi, kebakaran lahan dan hutan.

“Pembenahan sistem perkebunan kelapa sawit harus datang dari komitmen pemerintah sendiri terutama dalam hal penyusunan kebijakan dan aturan. Lalu diikuti langkah audit dan evaluasi terhadap kepatuhan pelaku usaha di sektor industri sawit,” ujar Darto dalam keterangan pers, Jumat  (27/5/2022).

“Jadi, kalau pemerintah mau mengevaluasi atau mengaudit, harus menjangkau semua permasalahan yang ada,” sambung Darto.

Ia kemudian mencontohkan pelaksanaan moratorium sawit yang dilakukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Barat. Menurutnya, apa yang dilakukan oleh Pemprov Papua Barat dapat dijadikan contoh dalam upaya penegakan hukum serta pembenahan industri sawit nasional.

Ia menjelaskan pada tahun 2021, Pemprov Papua Barat dan KPK melakukan evaluasi terhadap izin 30 perusahaan perkebunan sawit. Setidaknya sebanyak 12 perusahaan perkebunan sawit di Provinsi Papua Barat yang dicabut izinnya karena bermasalah, mulai dari pelanggaran legalitas atau administrasi perizinan misalnya kewajiban memiliki IUP dan IPK.

Selain itu, perusahaan juga tidak melakukan pelaporan perubahan kepemilikan saham dan kepengurusan, dan belum memperoleh HGU.

“Lalu ada pelanggaran operasional, seperti kewajiban pembangunan kebun inti dan realisasi pembangunan kebun plasma, melakukan penanaman di lahan gambut, tumpang tindih dengan Kawasan Hutan, dan melakukan penanaman melebihi IUP dan tanpa memiliki HGU. Selain itu banyak perusahaan yang juga melakukan praktik land bank,” katanya.

Lebih lanjut, menurut Darto, langkah untuk melakukan evaluasi atau audit di sektor sawit selalu dihadapkan pada persoalan laten yang menyangkut tumpang tindihnya berbagai aturan yang berlaku.

Misalnya, dalam konteks fasilitasi pembangunan kebun masyarakat minimal 20%, masih menjadi perdebatan, terutama ketentuan tentang sumber lahan yang akan dibangun, dan tentu saja hal semacam ini terjadi pada aturan lainnya, seperti masalah penyelesaian kebun dalam kawasan hutan.

“Masalah tumpang tindih aturan juga harus menjadi perhatian pemerintah,” katanya.

Selain itu, Darto mengungkapkan, aduan dari masyarakat sipil terkait masalah tumpang tindih perizinan dan HGU korporasi dengan lahan masyarakat adat/lokal dan petani sawit juga sudah banyak dilakukan selama proses moratorium sawit berjalan.

“Hal ini yang seharusnya perlu diakomodir dan diprioritaskan penyelesaiannya oleh pemerintah untuk pembenahan industri sawit dan menjadi kewenangannya untuk melakukan penegakan hukum lebih lanjut,” jelas Darto. (UWR)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru