HALMAHERA SELATAN, JAGAMELANESIA.COM – Mahasiswa Maluku Utara Bergerak (MMUBK) menggelar aksi tuntut Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku Utara (Malut) untuk mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Harita Group di Kepulauan Obi Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara, Sabtu (5/6).
Koordinator Aksi (MMUBK), Alfian I Sangaji, dalam orasinya menyampaikan bahwa Provinsi Maluku Utara termasuk daerah yang paling kaya akan Sumber Daya Alam (SDA) baik di darat maupun di laut sehingga memicu ketertarikan para investor untuk masuk dan beroperasi serta membangun perusahaan-perusahaan besar untuk mengelola SDA tersebut. Kepulauan Obi Kabupaten Halmahera Selatan menjadi salah satu dari 10 kabupaten/kota yang banyak dimasuki perusahaan besar untuk beroperasi, salah satunya PT. Harita Group.
Sebelum PT. Harita Group beroperasi, kata Alfian, Kepulauan Obi dipenuhi tumbuh-tumbuhan, udara yang segar, serta bebas dari populasi udara dengan memiliki lingkungan yang cukup sehat. Berbeda dengan sekarang, lingkungannya tercemar dan rusak baik di darat maupun di laut, akibat aktivitas pertambangan yang dilakukan PT. Harita Group.
Alfian megatakan, seperti yang ditegaskan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28 huruf (h) UUD 1945.
“Atas dasar UU Nomor 32 Tahun 2009 tersebut, PT. Harita Group telah melanggar aturan dengan menciptakan lingkungan yang buruk dan tidak sehat pada saat melakukan aktivitas pertambangan,” ujarnya.
Alfian menuturkan, banyak sekali permasalahan dan kejahatan lingkungan yang dilakukan oleh PT. Harita Group melalui anak perusahaan terhadap masyarakat yang hidup di area pertambangan, diantaranya permasalahan amdal pembangunan smelter PT. Trimega Bangun Persada milik PT. Harita Group.
“Pembangunan smelter yang bertujuan untuk mengelola kadar nikel yang rendah, serta penetapan pembuangan residu nikel (lumpur) ke laut di bagian basin atau cekungan laut dan wilayah darat sudah tentu akan berdampak negatif terhadap kelangsungan hidup masyarakat di lingkar tambang Pulau Obi,” tuturnya.
Eksploitasi secara habis-habisan di Kepulauan Obi yang dilakukan oleh korporasi tambang yang berlangsung masif ini tentu membuat daratan dan pesisir Kepulauan Obi sekarat. Hal tersebut dikarenakan aktivitas pertambangan telah mengupas vegetasi pulau, sehingga kerusakannya tidak hanya di wilayah daratan tapi juga wilayah laut yang rentan tercemar material tambang dan akan mematikan biota laut serta mempersulit pencaharian nelayan demi kelangsungan hidup.
Aktivitas pertambangan juga telah menyebabkan alih fungsi lahan dalam skala besar, menghancurkan kawasan hutan, serta menghilangkan dan mencemari sumber air, bahkan kedepannya tidak sedikit warga yang akan digusur demi kepentingan investasi perusahaan.
Oleh karena itu, perusahaan dianggap telah menghancurkan ruang hidup masyarakat lingkar tambang. Hal ini diperparah dengan adanya perencanaan pembuangan tailing nikel ke perairan Kepulauan Obi melalui proyek Deep Sea Tailing Placement untuk pabrik Hidrometalurgi.
Alfian melanjutkan, luas Kepulauan Obi kurang lebih 3.111 KM2 dengan koordinat 1030’S 127045’E dan jumlah penduduknya mencapai 42 ribu juta jiwa. Wilayah sekecil ini di tempati investasi pertambangan dengan jumlah yang banyak dan dengan wilayah operasi yang cukup luas.
“Aktivitas pertambangan yang dilakukan PT. Harita Group dengan cara menggali isi perut bumi ini akan menyebabkan rawan bencana alam yang sangat sakral seperti gempa, banjir, dan tanah longsor yang pastinya akan berdampak buruk bagi masyarakat di lingkar tambang Kepulauan Obi,” imbuhnya.
Ditambah PT. Harita Group tidak menjalankan amanah UU Nomor 3 Tahun 2020 atas perubahan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, bahwa kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara mempunyai peran penting dalam memberikan nilai tambah secara nyata bagi pertumbuhan ekonomi nasional dan pembangunan daerah berkelanjutan guna mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara berkeadilan.
Adapun tuntutan Mahasiswa Maluku Utara sebagai berikut:
- PT. Harita Group segera angkat kaki dari Kepulauan Obi karena dianggap merugikan masyarakat lingkar tambang dari segi kesehatan, ekonomi atau keberlangsungan hidup;
- Mendesak Gubernur Maluku Utara melalui Dinas Lingkungan Hidup serta Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral agar memberhentikan seluruh kinerja PT. Harita Group karena merusak lingkungan hidup tanpa ada manfaat bagi masyarakat lingkar tambang;
- Mendesak Kementerian ESDM mencabut IUP PT. Harita Group;
- PT. Harita Group harus terbuka dengan persoalan penyaluran anggaran CSR terhadap masyarakat lingkar tambang.
Lebih lanjut Alfian menjelaskan bahwa hadirnya PT. Harita Group tidak berdampak positif untuk pembangunan daerah ataupun kesejahteraan masyarakat di lingkar tambang Kepulauan Obi, yang ada masyarakat Kepulauan Obi dirugikan oleh PT. Harita Group.
Sementara itu, pengelolaan anggaran Corporate Social Responsibility (CSR) yang di duga disalahgunakan dan disalurkan tidak tepat sasaran telah ditangani oleh pihak Kejaksaan Tinggi, namun mendapatkan SP 2 dengan alasan tidak ada kerugian negara.
“Tetapi saya berpendapat bahwa kerugian masyarakat lingkar tambang yang dipicu oleh ketidakjelasan dana CSR dari PT. Harita Group juga merupakan kerugian negara dan perlu diusut tuntas oleh pihak-pihak terkait,” tutup Alfian. (ST)