MANOKWARI, JAGAMELANESIA.COM – Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Daerah Papua, Brigjen TNI I Gusti Putu Danny Karya Nugraha gugur ditembak oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB) atau Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Insiden tertembaknya Kabinda Papua menjadi sebuah pertanyaan besar bagi seluruh kalangan di Indonesia, sebab seorang jenderal TNI tertembak dan gugur di tangan KKB/OPM. Salah satunya berasal dari salah seorang dosen STIH Manokwari.
“Ada apa dan kenapa Kabinda Papua yang harus menjadi target penembakan?,” ujar Dosen Hukum Pidana di STIH Manokwari, Dr. Andi Muliyono, SH, MH setelah mengetahui Kabinda Papua gugur ditembak pada Minggu (25/4).
Mendapat berita gugurnya seorang jenderal TNI-AD tersebut, Muliyono menyatakan beberapa pendapat antara lain: Pertama, kenapa seorang Kabinda harus ke lokasi yang dinilai rawan baku tembak TNI/polri dan KKB. Kedua, setidaknya Kabinda melakukan perintah ke jajaran untuk memeriksa lokasi di lapangan, apakah sudah aman atau belum. Apabila dinyatakan aman, Kabinda akan turun ke lapangan.
Ketiga, Muliyono mengatakan jangan sampai ada oknum sesama institusi militer di balik insiden tersebut yang menyebabkan Kabinda tertembak. Keempat, apakah mungkin Kelompok Kriminal Bersenjata atau OPM tersebut mengetahui kabinda akan turun ke lokasi dan terjadi baku tembak.
Kelima, ia mempertanyakan siapa yang harus bertanggung jawab di balik kasus penembakan tersebut. Lalu apakah KKB atau OPM yang melakukan penembakan itu sudah diketahui? Dengan demikian, Muliyono menyarankan untuk kasus tersebut harusnya dipastikan dengan bukti-bukti hukum yang kuat atas insiden yang terjadi.
Di samping itu, dosen hukum STIH Manokwari itu menyarankan kepada TNI/Polri melakukan pendalaman kasus agar tidak menimbulkan persoalan baru untuk masyarakat sipil di kampung Dambet, Distrik Boega, kabupaten Puncak, Papua.
Dalam kesempatan itu, Muliyono juga menyampaikan turut berduka cita atas gugurnya Kabinda Papua. Dengan demikian kasus ini harus segera dikumpulkan bukti hukum agar kemudian jangan sampai warga sipil Papua yang tidak terlibat kasus ini turut menjadi korban. (WRP)