BerandaKesehatanTargetkan Eliminasi TBC 2030, Pemda Diminta Gencarkan Deteksi Dini

Targetkan Eliminasi TBC 2030, Pemda Diminta Gencarkan Deteksi Dini

JAGAMELANESIA.COM – Pemerintah Indonesia menaruh perhatian serius pada penularan dan upaya pengendalian penyakit menular tuberkulosis (TBC). Pemerintah telah menargetkan Eliminasi TBC tahun 2030 dan telah memiliki payung hukum, yaitu Peraturan Presiden (Perpres) No. 67 Tahun 2021 Tentang Penanggulangan Tuberkulosis.

Perpres ini mengamanatkan pembentukan Tim Percepatan Penanggulangan Tuberkulosis (TP2TB) dan Wadah Kemitraan Penanggulangan Tuberkulosis (WKPTB) di tingkat pusat serta membentuk TP2TB di provinsi/ kabupaten/kota.

Berdasarkan Laporan Tuberkulosis Global 2024 atau Global Tuberculosis Report 2024 oleh World Health Organization (WHO), diperkirakan terdapat sekitar 1.090.000 kasus TBC di Indonesia pada tahun 2023. Dari jumlah tersebut, sebanyak 821.200 kasus berhasil ditemukan dan dilaporkan oleh sistem layanan kesehatan nasional.

Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) dalam rilisnya, 12 Juni 2025 menyampaikan bahwa capaian ini menunjukkan peningkatan yang substansial dibandingkan tahun sebelumnya, yang mencerminkan adanya perbaikan dalam sistem deteksi dini dan pelaporan kasus TBC.

“Menjelang lima tahun menuju target eliminasi tuberkulosis (TBC) pada tahun 2030, Indonesia menunjukkan kemajuan yang signifikan dalam upaya pengendalian penyakit ini. Semakin banyak kasus yang teridentifikasi berarti semakin besar pula peluang untuk memberikan pengobatan secara tepat waktu, sehingga dapat menekan penularan dan mempercepat pencapaian target eliminasi TBC,” dikutip Kamis (17/7/2025).

Di kesempatan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy  dalam Kick Off Rapat Koordinasi  Penanggulangan TBC, yang diselenggarakan oleh Kementerian Dalam Negeri dan dihadiri oleh seluruh Kepala Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota secara daring menekankan dua hal yang harus dituntaskan dalam menangani masalah kesehatan di Papua yaitu koordinasi antar sektor dan masalah pembiayaan.

Muhadjir menyampaikan, untuk koordinasi lintas sektor, dalam melaksanakan percepatan deteksi dan penanganan tuberkulosis, termasuk PIN Polio, dan penanganan stunting dimulai dengan pendataan seluruh sasaran dan penderita masalah kesehatan dengan baik. Data tersebut disampaikan ke tingkat kelurahan, dan distrik pemerintah daerah, supaya mendapatkan intervensi yang lebih cepat dan tepat sasaran.

“Saya mohon peranan aparat pemerintah di seluruh tingkatan, mulai dari kelurahan, kepala distrik, sampai kabupaten kota. Mohon dari puskesmas yang betul-betul proaktif menyampaikan laporan dan informasi kepada aparat kepala pemerintahan di tingkat masing-masing,” ujar Menko PMK.

Di sisi lain, Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Papua Barat mencatat penemuan kasus mikroskopis Tuberkulosis (TBC) selama tahun 2024 mencapai 2.957 kasus yang tersebar di tujuh kabupaten.

Melansir dari kantor berita ANTARA (8/3), Kepala Dinkes Papua Barat Alwan Rimosan di Manokwari, Sabtu, mengatakan cakupan penemuan kasus TBC mencapai 97,2 persen dari perkiraan sebanyak 3.260 kasus TBC.

“Papua Barat menempati urutan ke-4 dari 38 provinsi di Indonesia dalam hal penemuan kasus TBC,” ucap dia.

Ia menerangkan, dari total kasus yang telah ditemukan di Papua Barat, terdapat 2.869 pasien didiagnosa sebagai penderita TBC sensitif obat, sedangkan 88 pasien lainnya merupakan TBC resistan obat.

Dinkes setiap kabupaten kemudian menindaklanjuti dengan upaya pengobatan, namun terdapat sejumlah kendala yang memengaruhi tingkat keberhasilan pengobatan hingga sembuh.

“Ini masih menjadi pekerjaan rumah dan butuh kolaborasi semua pihak,” jelas Alwan.

Dia menjelaskan ada dua indikator tingkat keberhasilan pengobatan terhadap pasien TBC, yaitu kelengkapan pengobatan dan tingkat kesembuhan melalui hasil pemeriksaan laboratorium. Pasien dinyatakan sembuh 11,4 persen, pengobatan lengkap 36,10 persen, pasien putus pengobatan 13,7 persen, pasien pindah domisili 34,82 persen, dan sisanya meninggal dunia.

“Tingkat kesembuhan masih rendah. Masalah ini dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu akses layanan dan kesadaran pasien,” ucap Alwan.

Diketahui, sebanyak 8 daerah masuk dalam kasus TBC tertinggi di Indonesia, yakni ada Sumatera Utara, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, lalu Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulsel dan kedelapan Nusa Tenggara Timur (NTT). Dengan semakin banyak dan semakin cepat kasus yang ditemukan maka penularan akan semakin dapat dikendalikan, penanganan cepat dilakukan sehingga angka kematian akibat TBC dapat ditekan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru