BINTUNI, JAGAMELANESIA.COM – Seorang pemuda Kuri, Maikel Werbete menyampaikan masyarakat mengeluhkan aktivitas penebangan hutan di tanah adat suku Kuri, Kabupaten Teluk Bintuni. Ia menduga salah satunya akibat kurangnya monitoring dan evaluasi dari dinas terkait.
“Masyarakat pemilik hak wilayat hutan kayu minta kepada Gubernur Papua Barat tinjau kerusakan hutan di tanah adat Suku besar Kuri. Akibat izin yang diberikan yaitu IPHHK dengan kurangnya pengawasan menyebabkan hutan rusak, lingkungan sekitar terdampak,” katanya, Jumat (23/5/2025).
“Selain itu, kita juga mengeluhkan adanya ketergantungan masyarakat adat yang hanya berharap dan meng-kreditkan hutan adat mereka untuk kebutuhan sembilan bahan pokok, yang diambil di kantin perusahan dengan harga yang tinggi, salah satu contoh beras 25 kilogram dengan harga mencapai 500 ribu hingga enam ratus ribu per-saknya,” ungkap Maikel.
Ia menambahkan, pihak perusahaan juga melakukan penebangan di atas hulu-hulu sungai yang menyebabkan air sungai menjadi keruh. Maikel berharap pemerintah, terutama dinas-dinas terkait dapat melakukan monitoring dan evaluasi terhadap rencana kerja tahunan perusahan pada areal tebang tahun 2025.
“Selain itu, sangat penting mengevaluasi harga kubikasi yang dikeluarkan dinas dalam SK Gubernur. Kami menilai perlu dinaikan karena jika dilihat antara hasil produksi tidak berdampak signifikan bagi masyarakat di daerah penghasil,” ungkap maikel.
“Hari ini kita membaca berita ini dan kita tahu bahwa saat kita membaca berita ini ada terjadi banyak penebangan hutan di tanah adat masyarakat suku Kuri yang hutannya suda rusak. Kami berharap pemerintah hadir dan selamatkan hutan serta kehidupan masyarakat di tanah Kuri,” tutupnya. (MW)