Beranda Pendidikan Papua Barat Kekurangan 1.261 Guru SMA/SMK, Ini Kata Kadis Pendidikan

Papua Barat Kekurangan 1.261 Guru SMA/SMK, Ini Kata Kadis Pendidikan

PAPUA BARAT, JAGAMELANESIA.COM – Provinsi Papua Barat masih menghadapi persoalan pendidikan hingga saat ini. Dinas Pendidikan Provinsi Papua Barat kini masih mengalami kekurangan tenaga guru sebanyak 1.261 orang untuk jenjang SMA dan SMK. Kekurangan tenaga guru itu sebanyak 747 guru SMA dan 514 guru SMK.

Kepala Disdikbud Papua Barat Barnabas Dowansiba mengatakan, kekurangan guru merupakan masalah penting karena menyangkut pembangunan kualitas SDM di Papua Barat. Keberadaan dan peran aktif guru merupakan kebutuhan mendasar untuk mendidik putra-putri generasi Papua Barat demi kemajuan dan kesejahteraan di masa yang akan datang.

“Kalau tidak ada guru maka sama saja maka tidak mungkin kita wujudkan generasi bangsa yang berkualitas, tidak mungkin satu guru mengajar ke semua anak,” ungkap Dowansiba, dikutip dari Antara, Selasa (25/10/2022).

Dowansiba menjelaskan, saat ini Pemprov Papua Barat telah memiliki 772 tenaga guru berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dari hasil tiga kali rekrutmen sebelumnya. Rekrutmen ini dilakukan untuk menjawab masalah kekurangan tersebut.

Adapun rinciannya, pada rekrutmen pertama dan kedua telah diperoleh sebanyak 600 tenaga guru dan 172 tenaga guru diperoleh pada rekrutmen ketiga.

“Sudah ada guru-guru PPPK yang kami rekrut dan saat ini masih menunggu SK penempatan. SK-nya sudah ada di meja gubernur untuk segera ditandatangani,” kata Dowansiba.

Menurut Dowansiba, keberadaan 772 guru itu diharapkan dapat membantu masalah kekurangan guru dan pihaknya berkomitmen akan berupaya memenuhi kebutuhan guru ini secara bertahap. Dinas Pendidikan berharap masalah kekurangan guru ini akan terpenuhi seluruhnya pada tahun 2023 mendatang.

“Kami menargetkan pada 2023 kekurangan guru di Papua Barat bisa teratasi, terlebih banyak lulusan guru dari universitas negeri maupun swasta. Guru-guru tersebut merupakan guru baru dalam pengangkatan PPPK, bukan pemindahan dari satu sekolah ke sekolah lainnya,” terangnya.

Selain itu, ia mengungkapkan, masalah kekurangan guru di tingkat SD dan SMP jauh lebih besar dibandingkan di tingkat SMA dan SMK. Dowansiba meminta pemerintah kabupaten/kota segera menentukan langkah nyata untuk mengatasi kebutuhan guru di daerah, mengingat pengelolaan SD dan SMP di Papua Barat saat ini berada di pemerintah kabupaten/kota.

Menurutnya, pemda dapat menyediakan anggaran untuk untuk menyekolahkan guru secara khusus untuk mengisi kekurangan tenaga guru di daerahnya masing-masing. Dengan begitu diharapkan masalah kekurangan guru di semua tingkat pendidikan dapat teratasi sehingga akan mendukung peningkatan kualitas generasi di Provinsi Papua Barat.

Sebelumnya, masalah kekurangan guru ini telah mengemuka saat Focus Grup Discussion (FGD) penjaringan pokok-pokok pikiran penyusunan kebijakan pembangunan otonomi khusus (otsus) di bidang pendidikan, kesehatan, bagi orang asli Papua periode 2023-2042 di Vega Hotel Sorong, Jumat (14/10/2022).

Saat itu, Dowansiba menyampaikan bahwa jumlah guru di Papua Barat terus berkurang. Menurutnya, masalah kekurangan guru itu terjadi juga dikarenakan adanya pemekaran yang belum dibarengi dengan rekrutmen pegawai.

“Kekurangan guru itu terjadi karena pemekaran tetap jalan tapi pemerintah tidak pernah juga membuka kesempatan untuk penerimaan pegawai. Akibatnya guru yang tadinya hanya sedikit di satu sekolah, sudah dipecah-pecahkan ke sekolah-sekolah sesuai dengan kampung-kampung yang dimekarkan,” ungkap Barnabas.

Akibat kekurangan guru itu, lanjut Dowansiba, berdampak pada proses pembelajaran yang tidak berjalan secara efektif. Kondisi ini jelas mengakibatkan turunnya kualitas dan rendahnya prestasi peserta didik.

“Jadi mohon maaf kalau ada anak yang tidak tahu baca karena guru hanya satu, dua. Belum lagi Pemerintah menghapus Sekolah Pendidikan Guru (SPG) dan banyak guru SPG-SPG yang sudah pensiun, sehingga sekarang guru diisi oleh mereka yang baru lulus S1,” katanya.

Oleh sebab itu, ia berharap keberadaan Peraturan Pemerintah (PP) 106 dan PP 107 di Undang undang Otsus Nomor 2 Tahun 2021 tentang Penerimaan, Pengelolaan, Pengawasan, dan Rencana Induk Percepatan Pembangunan dapat juga menjawab persoalan ini.

“Dalam undang-undang otsus itu 30 persen untuk dana pendidikan dan kesehatan. Persoalannya kepala daerah tidak ada yang melaksanakan amanat Otsus itu. Selama ini tidak reward dan punishment atau sanksi bagi mereka yang tidak memenuhi aturan pendidikan dan itu selalu diabaikan,” katanya. (UWR)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Berita Terbaru