JAKARTA, JAGAMELANESIA.COM – Pembahasan pemekaran wilayah di tanah Papua terus berlanjut. Kali ini, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menyetujui harmonisasi RUU Pembentukan Provinsi Papua Barat Daya dalam rapat pleno atas hasil RUU tersebut di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (30/5/2022).
Dalam rapat tersebut, pimpinan Baleg Achmad Baidowi alias Awiek meminta persetujuan kepada anggota terkait hasil harmonisasi Provinsi Papua Barat Daya. Hasilnya, seluruh fraksi menyetujui RUU tersebut, kecuali Fraksi Partai Demokrat.
Sementara 8 fraksi lainnya yang menyetujui antara lain PDIP, Golkar, PKB, PPP, NasDem, Gerindra, PKS, dan PAN.
“Kita sudah dengar pandangan Fraksi. 8 Fraksi setuju. Demokrat minta dikembalikan ke pengusul untuk disempurnakan. Kami minta persetujuan ke forum dengan catatan. Apakah hasil harmonisasi RUU Provinsi Barat Daya bisa disetujui? Setuju,” tanya Awiek kepada anggota.
“Setuju,” jawab anggota.
Menurut Awiek, selanjutnya Baleg akan bersurat kepada Komisi II pada Selasa (31/5/2022). Hal ini berkaitan dengan persetujuan pimpinan DPR atas usul RUU Provinsi Barat Daya dibawa ke tahap selanjutnya.
“Sebenarnya ada 6 yang diusulkan. RUU Papua Selatan, Papua Pegunungan Tengah, Papua, dan Papua Barat. Namun, dalam legal drafting untuk UU induk yang dimekarkan tidak perlu direvisi. Direvisinya gunakan UU baru. Seperti UU Kalimantan Utara pemekaran dari Kalimantan Timur, UU Provinsi Kaltim-nya tidak perlu direvisi. Jadi UU Papua dan Papua Barat tidak direvisi. Biar nggak overlap,” sambungnya.
Oleh sebab itu, persetujuan dilakukan dengan keputusan tanpa merevisi Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi Irian Jaya Tengah, Provinsi Irian Jaya Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong.
“Bahwasannya pembentukan provinsi-provinsi yang sudah dilakukan pada beberapa waktu yang lalu, maka provinsi-provinsi dari induk yang dimekarkan itu undang-undangnya tidak perlu dilakukan perubahan,” ujar Syamsurizal.
Fraksi Demokrat Ungkap Alasan Tidak Setujui Harmonisasi RUU Provinsi PBD
Adapun satu penolakan berasal dari Partai Demokrat yang meminta usulan RUU Provinsi Barat Daya dikembalikan kepada pengusul untuk disempurnakan kembali. Dalam rapat itu, anggota Baleg dari Fraksi Demokrat, Debby Kurniawan menyampaikan alasan pihaknya tidak setuju.
Menurutnya, Fraksi Demokrat berpandangan bahwa diperlukan adanya evaluasi pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 yang setidaknya dilakukan setiap tahun selama minimal tiga tahun jalan pelaksanaannya. Menurut Demokrat, hal ini penting untuk dapat mengetahui dampak dan manfaat dari UU tersebut bagi masyarakat.
“Termasuk juga mengetahui apakah memang pemekaran wilayah ini sangat diperlukan untuk peningkatan kesejahteraan dan kemajuan kehidupan rakyat Papua,” kata Debby.
Lebih lanjut, Debby mengatakan, Fraksi Partai Demokrat meminta pembentukan DOB di Papua juga lebih mendengarkan aspirasi masyarakat Papua. Menurutnya, hal ini karena akan berdampak pada kondisi sosial, adat, dan budaya masyarakat setempat.
Selain itu, Demokrat memandang dalam pembentukan provinsi baru juga perlu memperhatikan kondisi keuangan negara. Terlebih menurutnya, keuangan negara masih mengalami defisit yang bertambah setiap tahunnya.
“Jangan sampai negara semakin terbebani dengan defisit anggaran. Selain itu, saat ini negara memiliki kewajiban dan kebutuhan dalam pembangunan ibu kota negara, sehingga untuk mengkaji pemekaran daerah terlebih dahulu harus menyelesaikan persoalan anggaran,” tutur dia.
“Fraksi Partai Demokrat meminta RUU tentang Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, dan Provinsi Papua Barat Daya ini dikembalikan kepada pengusul. Sampai benar-benar mendapatkan masukan yang komprehensif dari seluruh masyarakat, khususnya masyarakat Papua,” lanjut Debby. (UWR)