JAGAMELANESIA.COM – Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Timotius Murib disebut telah menyalahgunakan kewenangan jabatannya dan memecah belah internal MRP. Anggota MRP Dorince Mehue mengkritisi sikap dan tindakan Timotius Murib yang dinilai berambisi menolak pembentukan DOB Papua.
Dorince mengatakan, Timotius justru belum pernah melaksanakan mekanisme internal kelembagaan terkait penolakan UU Otsus dan DOB Papua hingga adanya pengajuan gugatan UU Otsus di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Selama ini Ketua MRP belum pernah melakukan mekanisme kelembagaan melalui rapat pleno yang dihadiri oleh seluruh anggota MRP guna membahas penolakan UU No. 2 Tahun 2021 tentang Otsus Papua yang sedang digugat di Mahkamah Konstitusi dan Penolakan DOB Papua,” ungkap Dorince seperti dikutip dari keterangannya, Rabu (25/5/2022).
Oleh sebab itu, Dorince memandang Ketua MRP telah melanggar etika pejabat publik dan memecah belah internal MRP hingga membuat gaduh masyarakat.
“Jadi sebenarnya yang melakukan pecah belah di internal lembaga MRP adalah Ketua MRP sendiri,” kata Dorince.
Dalam kesempatan yang sama, Dorince juga angkat bicara terkait pertemuan MRP dan MRPB dengan Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Jawa Barat pada Jumat (20/5/2022).
“Presiden punya hak prerogatif mendengar dan mengundang setiap warga negara, termasuk kami enam MRP Papua dan empat anggota MRP Papua Barat secara resmi diundang oleh Presiden Jokowi ke Istana Bogor pada 20 Mei 2022 lalu,” ujarnya.
Terkait dengan penyalahgunaan jabatan, Dorince mengatakan Timotius Murib telah melakukan pelanggaran jabatan. Menurutnya, Timotius juga telah mengubah telah mengubah Tata Tertib MRP untuk kepentingan tertentu tanpa konsultasi ke Kementerian Dalam Negeri.
Oleh sebab itu, ia meminta Mendagri untuk memanggil pimpinan MRP dan seluruh anggota MRP agar melakukan klarifikasi atas pelanggaran jabatan yang dilakukan terhadap PP 54 Tahun 2004 junto PP 64 Tahun 2008 tentang Majelis Rakyat Papua.
“Ini jelas sekali bahwa Ketua MRP menyalahkan kewenangan jabatannya karena mengatasnamakan lembaga MRP untuk membawa kepentingan kelompok tertentu,” kata Dorince.
Lebih lanjut, Dorince juga berharap agar selaku Ketua MRP, Timotius Murib dapat bersikap adil, bijak dan berimbang dalam menerima aspirasi masyarakat asli Papua. Dalam hal ini yakni aspirasi masyarakat yang mendukung maupun yang menolak DOB di Papua.
Sebelumnya, Timotius Murib merespons pertemuan Presiden Joko Widodo dengan perwakilan MRP Papua Barat dan anggota MRP Papua di Istana Kepresidenan Bogor pada Jumat (20/5/2022).
Murib menyesalkan pertemuan tersebut yang dipandang digunakan untuk memberi kesan MRP mendukung kebijakan UU Otsus dan pembentukan DOB di Papua.
“Kami menyesalkan adanya pertemuan presiden yang digunakan untuk memberi penjelasan sepihak dan memberi kesan MRP mendukung kebijakan pemerintah pusat terkait UU Otsus Jilid II dan daerah otonom baru (DOB). Padahal dua kebijakan tersebut tengah kami uji materi di Mahkamah Konstitusi. DOB pun sedang diprotes berbagai lapisan masyarakat,” ujar Murib dalam keterangan tertulis, Jumat (20/5/2022).
Ia menekankan bahwa hingga kini MRP masih menunggu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas uji materiil terhadap UU Otsus yang diajukan pimpinan MRP. Sementara itu, sidang pengujian materiil UU Otsus Papua diketahui telah memasuki tahap akhir dan MK sedang menunggu penyerahan kesimpulan atau keterangan tambahan baik dari Ahli ataupun dari Kuasa Pemohon paling lambat Rabu, 25 Mei 2022.
Terkait hadirnya sejumlah anggota MRP di Istana Bogor itu, Murib menyebut mereka adalah oknum-oknum yang mengatasnamakan MRP.
“Perbedaan pendapat tentu wajar dalam suatu lembaga. Tapi kehadiran mereka seharusnya melalui mekanisme resmi lembaga. Mereka tidak pernah diberi mandat oleh pimpinan MRP untuk bertemu Presiden. Dugaan kami ada pengaturan (oleh) pihak tertentu,” tambahnya.
Lebih lanjut, Murib menambahkan, tidak ada pula Surat Perintah Tugas (SPT) atau Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) yang diterbitkan MRP kepada ‘perwakilan MRP di Istana Bogor’.
“Ini adalah satu perbuatan pemalsuan yang dilakukan negara. Kita klarifikasi dengan internal teman-teman yang ke Istana, mereka begitu balik, mereka katakan itu atas undangan Presiden,” kata Timotius.
“Pelaku pecah belah ini pemerintah pusat dalam hal ini kementerian terkait dan Bapak Presiden. Jadi, seharusnya pemerintah pusat introspeksi diri, kenapa kita ini (orang asli Papua) terus di bawah kekerasan,” sambungnya. (UWR)