MANOKWARI, JAGAMELANESIA.COM – Perwakilan Ombudsman Daerah Istimewa Yogyakarta, menerima pengaduan dari mahasiswa Papua Barat yang berkuliah di Yogyakarta, pada 8 Juli 2022. Para mahasiswa ini mengadukan terputusnya beasiswa dari Pemerintah Provinsi Papua Barat. Peristiwa ini sangat disayangkan lantaran dialami mahasiswa Papua Barat di tengah upaya Pemerintah Pusat mengimplementasikan Otonomi Khusus (Otsus) Jilid 2.
Terkait persoalan ini, Wakil Ketua I Komite I DPD RI, Filep Wamafma, memberikan kritik keras. Menurutnya, peristiwa semacam ini tidak boleh dianggap sebelah mata.
“Putra-putri Papua, merupakan aset bangsa, masa depan Papua. Kepada merekalah pembangunan Papua dititipkan. Persoalan ini sangat disesalkan karena pendidikan merupakan roh dari keberadaan Otsus di tanah Papua,” kata Filep, Senin (11/7/2022).
Menurut Filep, dengan alokasi dana Otsus khususnya dana pendidikan yang besar, seharusnya tidak ada lagi cerita putus sekolah apalagi putus beasiswa.
“Khusus di bidang pendidikan, Mendikbudristek Nadiem Makarim mengakui bahwa sepanjang 2020, Papua mendapat alokasi anggaran pendidikan sebesar Rp 1,62 triliun, dan Papua Barat menerima sekitar Rp 470 miliar. Namun Kemendikbudristek hanya menerima laporan alokasi tentang anggaran pendidikan dan tidak pernah menerima laporan terkait rincian dan detail penggunaan dana Otsus bidang pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa aspek transparansi dan akuntabilitas dari penggunaan dana Otsus di bidang pendidikan, patut untuk dipertanyakan”, tegas Filep.
Selain itu, Filep menambahkan bahwa masih terdapat sumber dana lain untuk membiayai pendidikan anak-anak Papua berupa dana bagi hasil yang sudah masuk ke kas daerah Provinsi Papua Barat.
“Jangan lupa bahwa ada dana sisa bayar DBH Migas tahun 2017 sebesar Rp 2,5 triliun, yang sudah ditransfer langsung pemerintah pusat melalui Kementerian Keuangan ke rekening kas daerah Pemprov Papua Barat. Anggaran DBH Migas itu, 20% untuk pendidikan tinggi, termasuk di dalamnya pemberian beasiswa. Ini sesuai dengan Perdasus Provinsi Papua Barat Nomor 3 Tahun 2019. Pertanyaannya, apakah dana tersebut sudah dialirkan ke mahasiswa? Kok bisa putus beasiswa mereka?”, jelas Filep.
Lebih lanjut, Filep meminta Pemerintah Provinsi Papua Barat untuk segera melakukan beberapa langkah strategis.
“Pertama, Pemprov harus mendata ulang secara detail terkait penerima beasiswa pendidikan tinggi. Kedua, Pemprov perlu menginventarisir persoalan yang dialami mahasiswa terkait studi mereka.”
“Ketiga, Pemprov harus punya langkah taktis, sekaligus plan cadangan untuk melanjutkan pembiayaan beasiswa ini. Kalau toh putusnya beasiswa karena lamanya kuliah, inipun harus menjadi perhatian Pemprov, pengawasannya diperkuat”, kata Filep.
Anggota Komisi I DPD RI ini sangat berharap sejumlah masukannya ini dapat ditindaklanjuti dan segera dilaksanakan Pemerintah Provinsi, karena inti dari kebijakan Otsus adalah memajukan pendidikan anak-anak Papua.
Seperti diketahui, sebanyak 114 mahasiswa asal Papua Barat yang berkuliah di Jogja saat ini kebingungan dan kesulitan lantaran beasiswa mereka terputus sehingga terpaksa banyak yang putus kuliah dan kelaparan.
Ratusan mahasiswa asal Kabupaten Manokwari, Papua Barat yang sedang menjalani pendidikan di perguruan tinggi di Jogja ini tidak lagi mendapatkan beasiswa daerah. Pembayaran beasiswa yang seharusnya dilakukan setiap enam bulan sekali senilai Rp 6 juta per orang tidak mengalir sejak 2020.
Kondisi itu membuat banyak mahasiswa asal Papua mengalami putih kuliah hingga kelaparan setiap hari itu telah dilaporkan kepada Ombudsman RI (ORI) Di Yogyakarta. Kepala ORI DIY, Budhi Masturi, menyebut sudah berkoordinasi dengan ORI Papua Barat terkait permasalahan ini.
“Koordinasi sudah kami lakukan dan mereka siap memfasilitasinya,” jelasnya, Minggu (10/7/2022).
Budhi menjelaskan, pihaknya akan berkoordinasi dan memfasilitasi penyelesaian masalah tersebut. Pihaknya tidak bisa merekomendasikan kebijakan tertentu untuk masalah ini karena berbeda wilayah kerja.
Lebih lanjut, Budhi mengatakan koordinasi akan dilakukan pada hari ini, Senin (11/7/2022) karena ORI DIY baru menerima laporan tersebut pada Jumat (8/7/2022).
“Tapi saya sudah sampaikan masalah ini ke Kepala ORI Papua Barat, mereka siap memfasilitasi dan berdialog dengan Pemda Papua Barat,” jelasnya.