BANDA ACEH, JAGAMELANESIA.COM – Indonesia tengah memasuki transformasi pembangunan kesehatan nasional sesuai Asta Cita. Ketersediaan tenaga medis dan tenaga kesehatan, khususnya dokter spesialis dan subspesialis kini menjadi fokus utama untuk memastikan layanan kesehatan yang lebih merata dan berkualitas di seluruh daerah.
Kemdiktisaintek pada tanggal 22 Juli 2025 telah meluncurkan program program akselerasi pemenuhan dan distribusi dokter spesialis/subspesialis di tiap wilayah melalui sistem kesehatan akademik (SKA).
Langkah strategis ini sejalan dengan arahan Presiden RI yang menekankan pemenuhan tenaga medis sebagai quick wins pembangunan nasional. Implementasi program akselerasi ini diwujudkan dengan pembukaan 148 program studi baru dokter spesialis dan subspesialis di 57 fakultas kedokteran di seluruh Indonesia, mulai tahun 2025.
Salah satu tindak lanjut yang dilakukan adalah implementasi rencana aksi penguatan SKA wilayah I (khususnya DI Aceh) yang dilaksanakan dalam forum kolaborasi di Universitas Syiah Kuala (USK), pada Jumat (5/9). Acara tersebut dihadiri Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Rektor USK, serta para pemangku kepentingan, antara lain Wali Kota Banda Aceh, pimpinan Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Gigi USK, pimpinan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU) selaku koordinator SKA Wilayah I, para dekan fakultas kedokteran di wilayah DI Aceh, direktur RSUD Dr. Zainoel Abidin dan RSUD Meuraxa, serta para ketua departemen dan program studi pendidikan dokter spesialis maupun subspesialis di FK USK.
Dirjen Dikti, Khairul Munadi, dalam sambutannya menegaskan komitmen Kemdiktisaintek untuk mempercepat pemenuhan kebutuhan tenaga medis.
“Presiden RI menekankan pentingnya ketersediaan dokter spesialis dan subspesialis sebagai bagian dari pembangunan nasional. Sistem Kesehatan Akademik hadir sebagai model kemitraan strategis untuk memperkuat kemandirian wilayah dalam pemenuhan tenaga medis melalui ekosistem yang saling mendukung,” ujarnya.
Dirjen Khairul menambahkan, program akselerasi ini merupakan tindak lanjut dari inisiatif Diktisaintek Berdampak di bidang keseharan. Program ini dijalankan melalui tiga strategi utama: (1) pembukaan program studi baru serta peningkatan kuota mahasiswa, (2) penempatan residen senior di rumah sakit prioritas, dan (3) penguatan kemitraan dengan kementerian/lembaga di tingkat pusat maupun daerah.
“Harapan kami adalah terwujudnya pendidikan medis yang unggul, bermartabat, dan memberi dampak luas,” tambahnya.
Arkian, Dekan FK USK, Safrizal Rahman, memaparkan perjalanan panjang fakultas yang berdiri sejak 1982 dan kini telah memiliki 27 program studi, terdiri atas dua program studi S1, satu program profesi, tiga program S2, satu program S3, 19 program studi pendidikan dokter spesialis, dan satu program subspesialis.
Sebagai bentuk dukungan terhadap program akselerasi, FK USK berencana membuka enam program studi tambahan dalam waktu dekat: tiga program spesialis-1 (bedah saraf, kesehatan mata, dan bedah anak) serta tiga program subspesialis (bedah digestif, jantung dan pembuluh darah, serta obstetri dan ginekologi).
Safrizal juga menekankan komitmen USK dalam internasionalisasi pendidikan kedokteran. Saat ini FK USK menyelenggarakan pendidikan bagi delapan mahasiswa dari Palestina, termasuk dua dokter spesialis dalam program PPDS Radiologi dan PPDS Bedah Plastik, serta satu mahasiswa dari Korea Selatan di program PPDS Kulit dan Kelamin.
Meski demikian, ia juga mengungkapkan sejumlah tantangan, antara lain keterbatasan sarana prasarana, isu jabatan fungsional dosen, komitmen mengajar staf rumah sakit, tingginya retribusi pendidikan kedokteran, hingga masih terbatasnya dukungan pemerintah daerah.
“Kami berharap forum ini dapat menghadirkan solusi bersama,” tegasnya.
Sejalan dengan itu, Rektor USK, Marwan, menekankan perlunya langkah terpadu antara pemerintah dan perguruan tinggi agar pembangunan sektor kesehatan sejalan dengan peningkatan SDM kesehatan.
“USK melihat masih banyak ruang untuk menambah jumlah peserta PPDS, dan hal ini membutuhkan kemitraan kuat dengan pemerintah daerah,” ungkap Marwan.
Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa’aduddin Djamal, juga menyatakan dukungan konkret melalui kebijakan progresif di RSUD Dr. Meuraxa.
“RSUD Dr. Meuraxa mendukung penguatan pendidikan tinggi melalui SKA dengan memangkas biaya retribusi pendidikan di rumah sakit hingga 70 persen bagi mahasiswa kedokteran, dan nol rupiah untuk program pendidikan dokter spesialis,” jelasnya.
Sebagai penutup, Koordinator Tim Kajian Pendidikan Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan, Tri Hanggono Achmad, dalam pemaparannya menjelaskan strategi percepatan melalui lima pilar utama: Penguatan Sistem Kesehatan Akademik sebagai kerangka integrasi pendidikan tinggi dan sistem kesehatan; Peningkatan kapasitas serta distribusi pendidikan tenaga medis yang bermutu, inklusif, dan merata; Penguatan kemitraan antarpemangku kepentingan; Resource sharing; dan Deregulasi adaptif terhadap standar mutu pendidikan tenaga medis.
Kemdiktisaintek sendiri telah menyiapkan dukungan kebijakan komprehensif, termasuk percepatan penyusunan regulasi quick wins mengenai persyaratan, prosedur, dan mekanisme pendirian program studi, baik melalui skema konsorsium maupun rekognisi pembelajaran lampau bagi staf pendidik dokter spesialis dan subspesialis. Selain itu, disamping Komite Bersama dengan Kemenkes, Kemdiktisaintek juga mendorong kerja sama strategis dengan LPDP, BPJS Kesehatan, Kemendagri, Kemenhan, hingga sektor swasta.
Sumber: Kemdiktisaintek